21 Feb 2003 @ 5:19 PM 

Dear all,

Kalo daku membaca Jawa Pos terbitan hari Kamis, 20 Februari 2003 (http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=19000) di bagian Metropolis – Kriminal… daku sangat bersyukur ama Tuhan atas perlindungan-Nya padaku…

Terus terang, daku hampir jadi salah satu “korban” PT fiktif ini… ceritanya gini:
Pas hari Jumat, 7 Februari lalu, rumahku tiba-tiba didatangi ama orang yang mengaku bernama Dicky Pramana yang mau mencari aku untuk urusan pembelian komputer baru. Berhubung aku sedang tidak berada di tempat, so dia meninggalkan kartu namanya dan minta untuk dihubungi. Pas aku pulang, langsung saja kuhubungi person tersebut dan intinya mereka ingin membeli 6 unit komputer plus printer baru dengan total transaksi sekitar 60 juta lebih. Mereka mengaku bergerak di bidang General Trade – Contractor – Supplier dan katanya barang-barang tersebut akan digunakan pemda di Balikpapan. Kesokan paginya, aku kirim fax penawaran resmi ke tempat mereka dan tak lama kemudian, mereka langsung kontak balik dan intinya setuju. Waktu kutanyakan, dari mana mereka tahu toko-ku ini yang notabene masih berupa rumahan (gak pasang plang sama sekali), dijawab bahwa mereka diberitahu oleh salah seorang kurir dari dealer yang biasa kupakai. Nah, berhubung permintaan mereka termasuk golongan “duit gede” maka aku pun sempat bertanya-tanya pada beberapa temen dan minta pertimbangan soal pembayaran, karena mereka minta komputer diantar hari Kamis, 13 Februari dan sedianya aku dibayar dengan giro pada hari Senin, 17 Februari.

Pada hari Sabtu siang, aku minta mereka untuk datang dan sedianya mereka mau menyerahkan PO (Purchase Order) untuk kutanda-tangani. Namun, berhubung lama sekali gak datang-datang, maka aku pun memutuskan untuk pergi ke kustomer dan kupikir biar nanti PO-nya ditinggal dan bisa kubaca ulang (dan aku sangat bersyukur aku pergi!). Malamnya, pas aku pulang dan membaca PO-nya… hmmm… keren juga, PO mereka dalam bentuk cetakan resmi. Namun setelah kubaca ulang, memang yang mengganjal hati adalah soal payment-nya yang tertulis: 3 days after delivery (BG). Wah, berabe juga nich… barang segitu gede, gue gak kenal… utang 3 hari. Perasaan gak enak juga muncul saat gue iseng-iseng muterin mobil di depan “kantor” mereka di gang sebelah rumahku yang menurutku tidak seperti kantor kontraktor (sebab aku punya klien kontraktor). Lalu pada hari Minggu malam, aku telpon orang yang bernama Dicky Pramana ini dan minta kejelasan soal pembayaran. Menurut dia, mereka biasanya menggunakan sistem itu. Tapi aku tetap ngeyel bahwa khan ini baru pertama kali ber-transaksi. Dimana-mana, transaksi pertama selalu dimulai dengan Down Payment 20% (atau tergantung nego) dan diakhiri dengan Cash On Delivery. Bila memang nantinya bisa terbina hubungan baik, barulah kita bisa kasih kelonggaran untuk pembayaran mundur. Namun, Dicky ini juga ngeyel bahwa aturan di perusahaan mereka begitu dan setuju untuk kasih DP 20%, namun pembayarannya minta mundur seminggu. Akhirnya karena tidak ada kata sepakat, maka pembicaraan diakhir dengan kalimat: “ya sudah, kalau begitu tidak jadi saja”.

Nah, di samping itu, aku juga diberi tahu bahwa kantor PT Multinugraha Kencana ini adalah rumah kontrakan. Dan pada hari Seninnya, aku pun semakin penasaran dan mengecek ke suplierku. Dan menurut mereka bahwa mereka TIDAK PERNAH jual ke kustomer langsung dan mereka juga TIDAK KENAL dengan PT MK ini dan TIDAK PERNAH mengirim barang ke komplek-ku ini. Oh, thank’s God! Yah, waktu itu aku sich ada rasa ragu juga… ini PT apa… tapi biarin dech… toh udah batal ya kulupain aja… apalagi waktu itu kerjaanku juga gak kalah banyak, sehingga kalau pun terjadi deal, aku gak yakin bisa menyelesaikan pesanan pada hari Kamis itu.

Lha kok… tahu-tahu hari Kamis di koran nongol berita gembira sekaligus berita dukacita buatku… gembira karena aku bersyukur banget ama My Father in Heaven atas perhatian-Nya ama aku, atas perlindungan-Nya ama aku, sehingga aku, umat-Nya yang ndablek ini masih bisa diberi perlindungan dari si jahat. Sedangkan aku sekaligus sedih karena ada rekan-rekan sesama pedagang yang lain yang tertipu sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, di antaranya adalah tetanggaku sendiri yang berjualan voucher ๐Ÿ™ Sungguh aku benar-benar sedih, kenapa kok orang sampai tega melakukan hal penipuan sekeji ini. Aku gak bisa bayangin bagaimana mereka yang tertipu menutup kerugian yang segitu gede…

Kalau mau melihat “aksi” PT fiktif ini, mereka terlihat sangatlah profesional. Mengapa begitu? Sebab:
1. Mereka bisa tahu “toko-toko kecil” yang ada di komplek perumahan walaupun tidak memasang papan nama. Itu artinya, mereka sempat melakukan survey.
2. Mereka mencetak kartu nama, kop surat, amplop, stempel, dsb. yang membuat mereka jadi “terlihat” resmi, termasuk membuka rekening giro di Bank BII.
3. Mereka “mendekorasi” kantor mereka dengan banyak orang dan membuat seakan-akan kantor itu benar-benar hidup.
4. Mereka memiliki gaya bicara dan penampilan yang meyakinkan. Tak heran kalau sampai ada yang tertipu. Aku aja nyaris!
5. Mereka cukup menguasai barang-barang yang akan mereka pesan. Terbukti perangkat komputer yang akan mereka pesan semuanya menggunakan spesifikasi yang maksimal.
6. Dalam PO, mereka cenderung menggunakan bahasa Inggris yang membuat seakan-akan PT mereka ini punya kelas.
7. Mereka memilih perumahan sebagai sarang mereka.
8. Mereka berani mengeluarkan sejumlah uang (untuk DP) agar kelihatan meyakinkan.
9. Mereka memesan begitu banyak barang dari beberapa tempat dalam waktu yang sama dan semuanya dibayar dengan BG pada hari yang sama (Senin, 17 Februari 2003). Pengiriman barang pun saya rasa mereka juga minta pada hari yang sama, yaitu antara Senin sampai Kamis, sehingga kemungkinan besar pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu bisa mereka pakai untuk berkemas-kemas. Melihat sejumlah jenis barang yang dipesan (AC dan komputer), kelihatannya mereka pun punya armada yang memadai (mobil box, dan semacamnya) untuk memindahkan barang-barang tersebut tanpa ketahuan oleh tetangga sekitar.
10. Seperti yang dilansir oleh koran JP, bahwa mereka “mungkin” menggunakan “gendam”. Namun aku menyangsikan hal itu, sebab menurutku itu hanya karena penampilan mereka aja yang begitu meyakinkan para penjual yang bertemu muka dengan mereka, sedangkan aku khan tidak… jadi ya gak ngefek.

Mungkin masih banyak ke-profesional-an mereka yang dipakai untuk menipu kanan-kiri, mengingat ada korban yang berlabel PT juga. Itu artinya skill mereka dalam urusan tipu-menipu patut diajungi jempol, sayangnya jempol yang dipake itu harusnya jempol kambing!

Namun dari sekian banyak kelebihan mereka… mereka lupa akan satu hal… yaitu ada “mata” yang mengawasi mereka dari Atas sana… dan aku berdoa bagi para korban yang tertipu, semoga mereka diberi jalan terang. Biarlah Allah yang akan membalaskan semua perbuatan para penipu ini menurut hukum-Nya. Aku percaya bahwa tiap perbuatan akan mempunyai akibat bagi sang pelaku. Tiap kebaikan akan berbuah kebahagiaan dan tiap kejahatan akan berbuah kemalangan.

Yang jelas… AKU SANGAT BERYUKUR! Thank’s God! Thank’s Jesus!

Ini adalah sebuah pelajaran berharga yang tak akan pernah kulupakan. Bagi rekan-rekan yang lain yang juga pedagang seperti saya, saya juga berharap agar berhati-hati dalam bertransaksi, apalagi kalau nilainya sampai puluhan juta rupiah. Ingat, dalam berdagang, tak ada istilahnya durian runtuh itu… jadi perlu waspada dengan pesanan yang jumlahnya menggiurkan dari orang yang tak dikenal. Mendingan dilepas saja, anggap itu bukan rejeki Anda. Jangan sampai demi keuntungan yang gak seberapa, tahu-tahu malah rugi besar. Yang terpenting adalah selalu ingat ama Tuhan, kalo perlu tanyakan ama Dia, apakah memang ini adalah pemberian-Nya? Saya percaya, bila memang ini pemberian dari Tuhan, jalan yang diberikan pastilah yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.

Jaman ini sudah semakin edan. Untuk hidup saja susah, sampai manusia tega “memakan” sesamanya. Masih mending Sumanto yang “hanya” memakan manusia yang sudah mati… tapi kalo manusia sampai “memakan” sesamanya yang masih hidup, dosanya akan berlipat ganda; mengingat manusia adalah citra Allah, perwujudan diri Allah di dunia.

Pada-Mu, TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku. Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia. Engkau benci kepada orang-orang yang memuja berhala yang sia-sia, tetapi aku percaya kepada TUHAN. Aku akan bersorak-sorak dan bersukacita karena kasih setia-Mu, sebab Engkau telah menilik sengsaraku, telah memperhatikan kesesakan jiwaku, dan tidak menyerahkan aku ke tangan musuh, tetapi menegakkan kakiku di tempat yang lapang. Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku. Sebab hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah; kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah. Di hadapan semua lawanku aku tercela, menakutkan bagi tetangga-tetanggaku, dan menjadi kekejutan bagi kenalan-kenalanku; mereka yang melihat aku di jalan lari dari padaku. Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, — ada kegentaran dari segala pihak! — mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku. Tetapi aku, kepada-Mu aku percaya, ya TUHAN, aku berkata: “Engkaulah Allahku!” Masa hidupku ada dalam tangan-Mu, lepaskanlah aku dari tangan musuh-musuhku dan orang-orang yang mengejar aku! Buatlah wajah-Mu bercahaya atas hamba-Mu, selamatkanlah aku oleh kasih setia-Mu! TUHAN, janganlah membiarkan aku mendapat malu, sebab aku berseru kepada-Mu; biarlah orang-orang fasik mendapat malu dan turun ke dunia orang mati dan bungkam. Biarlah bibir dusta menjadi kelu, yang mencaci maki orang benar dengan kecongkakan dan penghinaan! Alangkah limpahnya kebaikan-Mu yang telah Kausimpan bagi orang yang takut akan Engkau, yang telah Kaulakukan bagi orang yang berlindung pada-Mu, di hadapan manusia! Engkau menyembunyikan mereka dalam naungan wajah-Mu terhadap persekongkolan orang-orang; Engkau melindungi mereka dalam pondok terhadap perbantahan lidah. Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya ditunjukkan-Nya kepadaku dengan ajaib pada waktu kesesakan! Aku menyangka dalam kebingunganku: “Aku telah terbuang dari hadapan mata-Mu.” Tetapi sesungguhnya Engkau mendengarkan suara permohonanku, ketika aku berteriak kepada-Mu minta tolong. Kasihilah TUHAN, hai semua orang yang dikasihi-Nya! TUHAN menjaga orang-orang yang setiawan, tetapi orang-orang yang berbuat congkak diganjar-Nya dengan tidak tanggung-tanggung. Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN – Mazmur 31

Dalam doa,

JN. Rony
20030221

yang sedang berkabung

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Personal
 07 Feb 2003 @ 4:45 PM 

Sudah 15 tahun lebih saya menempati rumah di kawasan timur Surabaya ini. Saya ingat persis saat pertama kali memasuki rumah ini, kiri dan kanan, muka dan belakang saya adalah sawah dan lahan siap bangun, hanya tetangga saya persis yang rumahnya sudah berdiri. Namun, karena mereka masih tinggal di rumah lama, maka praktis keluarga saya termasuk keluarga pertama yang tinggal di gang ini. Kawasan saya bertumbuh pesat dan lambat laun menjadi ramai, sampai saya sering kali agak “mangkel” kalo dibilang, “wah, orang kaya nich… tinggal di kawasan elit”. Saya pikir, kalo memang saya baru pindah 5 tahun terakhir, mungkin saya memang kaya… tapi lihat donk harga rumahnya saat 15 tahun lalu… sapa yang mau tinggal di sini? Sawah semua! Mall belum ada, bahkan tukang tambal ban pun belum ada. Gara-gara nekat tinggal di sini (tapi memang harus), sendirian di saat rumah-rumah yang lain belum jadi, rumah kami harus mengalami perampokan yang menghabiskan seluruh harta benda di rumah (sedih rasanya memikirkan hal itu). Memang saat itu di kampung belum terbentuk korps hansip seperti sekarang yang tambah hari para hansip itu tambah “metesek” (istilah suroboyo untuk menjengkelkan) dan minta para penghuni menghormati mereka, sesuai dengan moto mereka (yang ditempel di pos mereka): “Anda sopan, kami segan”. Saya pikir, sapa yang menggaji mereka? Bukannya mereka pegawai kita?

Tahun bertambah, pembangunan meningkat. Sekitar 1 kilometer dari komplek saya dibangun dengan megah Asrama Haji beserta Rumah Sakit Haji (yang dibantu pemerintah Arab Saudi) dengan peralatannya yang canggih (maklum, bantuan!). Tapi sayang… karena perlakuan penggunanya membuat Rumah Sakit ini tidak jadi RS taraf internetional, tapi tidak lebih dari Rumah Sakit Daerah yang parah dan gak layak rawat. Seiiring dengan perkembangan pula, maka Asrama Haji di tempat ini mulai dipakai untuk penampungan kloter-kloter Haji di sebagian Indonesia Timur. Dengan adanya para “tamu Allah” ini, suasana sekitar pun marak… penjaja makanan dan lainnya bertebaran di sana-sini… sungguh menguntungkan bagi orang yang tinggal di sekitar sana untuk membeli makanan yang sebelumnya agak susah. Praktis, Asrama Haji pun semakin ramai, selain dijadikan penampungan kloter, juga sering dipakai untuk penampungan atlet bila ada event olahraga atau bahkan tempat rapat partai tertentu. Pokoknya multifungsi dech! Saya sendiri sampai penasaran juga ingin tahu “jerohannya” Asrama Haji yang kabarnya bisa menampung ribuan orang itu. Yah, berkah pun bertebaran bila ada event-event membuat para pedagang pun ada yang “mematenkan” stand mereka di sepanjang jalan depan Asrama Haji. Beberapa warung telah saya coba dan sajiannya pun lumayan. Mereka pun rata-rata punya pelanggan dari rumah-rumah di sekitar sana.

Namun di samping berkah, ada juga yang bikin sebel bila musim haji tiba. Apa itu? Di antaranya adalah rombongan pengantar! Sampai saat ini yang paling dikeluhkan adalah rombongan pengantar yang bisa bermobil-mobil dan dengan seenaknya sendiri menempel tulisan rombongan calon jemaah haji daerah xxx, bikin jalanan macet! Padahal yang ngangkut CJH-nya sendiri saja sudah bis-bis besar, masih ditambah mobil kecil-kecil, banyak lagi. Saya pribadi heran, padahal si CJH kalo udah masuk ke Asrama Haji, praktis mereka dan pengantar udah gak bisa ketemu, kecuali by phone yang antrinya panjang banget. Ngapain juga pake diantar orang satu kampung? Itu mo ngantar atau mo jalan-jalan atau jeleknya mo pamer? Ok-lah jangan kita persoalkan masalah itu, toh itu urusan mereka mau mengantar sanak-saudara, teman, atau bahkan orang yang kebetulan satu kampung dengan si CJH; yang sangat disayangkan adalah… mereka dengan enaknya parkir di sepanjang jalan raya (karena di jalan depan Asrama Haji udah gak nampung) dengan radius 1 kilometer di seputaran Asrama Haji. Udah gitu, berhentinya di depan rumah-rumah orang lalu gelar tikar dan seperti sedang piknik. Makan-minum-tidur dan buang sampah sembarangan… mau dilarang, nanti bakalan ribut… gak dilarang, ntar yang ngerasain banjir khan yang punya rumah, bukan mereka!

Problem lainnya adalah corong speaker Asrama Haji yang tak kenal waktu dalam mengumumkan kedatangan, keberangkatan, atau panggilan. Keras sekali… dalam radius 1 kilometer bisa terdengar… bayangin dech… kamar saya yang nempel di pekarangan depan… phew… sepanjang hari harus mendengarkan “teng-tong-teng-teng! panggilan kepada xxx dari kloter yyy, ditunggu saudaranya di depan pagar”. Sapa yang gak sebel coba? Dan yang paling menjengkelkan adalah TELPON! Krang-kring-krang-kring, isinya: “Assalamualaikum… pak tolong dipanggilkan xxx” atau “Asrama Haji?” dan sebagainya dech… phew… pokok kalo musim haji, telpon rumah jadi posko haji juga dech! Sudah lapor Telkom bolak-balik, tapi tetep saja gak ngefek… ganti jalur di STO juga sama saja. Malah dulu lebih parah… rumah kami jadi 2 markas, kalo gak “Asrama Haji?” ya “Taxi Zebra?” Payah gak? Pernah malam-malam jam 2 dini hari, telpon bunyi terus… pas diangkat, lha kok… “Pesen taxi 1 unit…” Wah… mangkel dech… akhirnya ya kalo terus-terus bunyi, telpon kami cabut kalo malam… dan sialnya, pernah ada saudara yang calling dan gak bisa masuk, apalagi pas itu belum punya handphone.

Itulah susah yang dirasakan selama ini… mau protes, gimana ya… khan mereka juga mau menjalankan ibadah mereka… jadi lambat laun, udah kebal dech orang komplek di sini… mau diapakan lagi, ya nggak? Tapi, 2 hari ini mata saya jadi terbuka lagi… ternyata kesusahan yang didatengkan akibat musim haji ini lebih luas dari yang saya perkirakan… Berawal dari woro-woro dagangan saya ke milis, jualan VCD Maria Rembulan Kristus dan CD Alkitab Elektronik. Dari sekian puluh rekan-rekan yang memesan, ada juga rekan dari pulau paling “pucuk” (ujung) Indonesia… dari Papua (apa kabar Papua! :), yaitu 1 di Timika dan 1 di Biak. Sesuai prosedur, saya hanya baca pricelist kurir ke sana dan saya kabarkan pada mereka. Setelah disetujui, maka kiriman pun saya siapkan untuk dikirim. Yang pertama saya kirim adalah ke Timika. Waktu saya datang ke kurir dan bertanya, “kiriman ke Timika berapa lama mbak?” Maksud saya agar saya bisa mengabarkan pada pemesan range waktu pengiriman, agar bila terlambat/tidak sampai saya bisa klaim ke mereka. Tapi alangkah kagetnya saya begitu dijawab, “wah.. pak, lama sekali lho… kita gak berani terima.” Saya tanya, “Berapa lama?” Pikir saya paling 2 minggu… eh.. lha kok dijawab “MUNGKIN 1 bulan, itu saja gak pasti”. Dieng! Ada apa gerangan? Ternyata ini akibat musim haji… semua pesawat dipakai untuk ngangkut para “tamu Allah” dan calon “haji mabrur” itu dan praktis membuat semua kiriman mandeg total di terminal Makassar, karena akses ke Indonesia Timur harus lewat Makassar. Lalu saya coba kontak ke beberapa kurir besar, seperti TNT… mereka malah bilang, “kami tidak berani janji…” Aaaaa!!! Pagi ini saya coba lagi kontak ke Pandu Logistik, sebab menurut rekan di Timika, di sana ada perwakilannya… dan mereka juga bilang, “gak berani janji, kiriman ke Indonesia Timur sedang macet total.” Lalu saya kontak Tiki, hasilnya malah lebih tegas, “kiriman ke Indonesia Timur untuk sementara tidak diterima.”

Hmmm… kenapa ya… kok harus sampai mengorbankan banyak orang hanya demi menjalankan ibadah? Kalau lingkungan sekitar saja yang direpotin, saya bisa maklum… khan namanya juga tetangga. Tapi ini udah lingkup nasional… transportasi mandeg total… padahal Indonesia Timur khan juga INDONESIA! Kenapa harus sampai dikorbankan? Bagi saya sungguh menggelikan, di saat kita menjalankan ibadah untuk menjadi suci tapi tanpa disadari kita sudah membuat dosa kepada banyak orang… trus makna kesuciannya dimana? Hmmm… apa ini karena negara ini terlalu fanatik terhadap 1 agama? 1 pulau? 1 kota?

Tulisan ini saya buat atas dasar kekecewaan bertahun-tahun yang terpendam dan tidak menuntut untuk ditanggapi. Saya sadar inilah Indonesia, negara yang dicaci oleh warganya sendiri, tapi mau ditinggal juga berat… toh ini tanah kelahiranku…
Lebih jauh, kasus di atas bisa direfleksikan ke dalam kehidupan rohani kita… apakah dalam menjadikan diri kita suci itu kita TIDAK MENYAKITI orang lain? Sebab seringkali (dan bahkan sudah pernah mengalami sendiri) dalam aktif pelayanan, kita banyak membuat orang lain sedih/kecewa/marah akibat tindakan kita yang didasari dengan alasan “demi memuliakan/memperluas kerajaan Allah”.

Saya pikir, kerajaan Allah masih bisa diperluas tanpa menyusahkan orang lain, benar bukan?

JN. Rony
20030207
yang sedih gak bisa berbagi dengan rekan di timur sana…

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.