21 Apr 2003 @ 5:26 PM 

Menjadi seorang Katolik tidaklah mudah. Yang jelas, tugas kita setelah dibaptis bukanlah wajib pergi ke gereja tiap hari Minggu saja. Begitu banyak tugas yang menanti di depan mata kita. Ada (bahkan banyak! ๐Ÿ™‚ yang bilang kalau ikut katolik itu membosankan dan monoton. Bagaimana kita sebagai seorang katolik menjawab tantangan itu? Tentunya dimulai bagaimana diri kita menyikapi dan bertindak sebagai seorang katolik. Dulu, yang namanya misa itu ya begitu-begitu saja. Kini dengan segala kreativitas, misa mampu dihidupkan dengan cara-cara yang unik. Kalau dulu retret itu dianggap “liburan” yang membosankan, sekarang justru orang berbondong-bondong untuk mengikuti retret, bahkan ada yang tak peduli berapa jauh lokasi retretnya. Selama semua itu dijalankan dengan benar dan tidak menyimpang dari ajaran-ajaran katolik, hal itu tidaklah perlu untuk dipermasalahkan. Apalagi bila hal baru itu mampu membuat orang menjadi lebih baik, jadi… mengapa tidak?

Ada kalanya dalam perjalanan waktu, kita mengalami cobaan-cobaan yang sering membuat kita jadi stress, down, frustrasi, bahkan bila kita tidak kuat, bisa-bisa ngambek jadi katolik. Bagaimana pula kita mengatasinya? Tak jarang kita merasa kecewa saat iman yang kita miliki tidak sanggup untuk menyelamatkan dari masalah-masalah yang menghimpit kita. Kita sering protes pada Tuhan, “kenapa harus aku? Kenapa ini terjadi padaku? Kenapa Tuhan tidak mau mengabulkan doaku? dst.” Ada hal yang sering kali kita lupakan, yaitu “rencana kita bukanlah rencana Tuhan” (bdk. Yes 55:8). Lalu, apakah ini berarti iman tidak lagi bisa menyelamatkan kita? Tentu saja YA! Namun untuk menuju keselamatan itu sendiri, tidaklah cukup hanya dengan iman saja. Bahkan bisa dibilang iman tidak lagi berperan utama dalam “jalan menuju keselamatan” tersebut. Kok bisa? Tentu saja! Sebab ada hal yang lebih mendasar lagi, yaitu Pengharapan!

Suatu waktu, ada seorang teman yang tiba-tiba jatuh sakit. Setelah melewati sekian waktu untuk pengobatan, ternyata tak kunjung sembuh. Dalam kesakitannya yang berlarut-larut itu, dia terus berusaha untuk meyakinkan dirinya bahwa imannya akan menyembuhkan dia. Dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Tuhan akan menyembuhkannya secara ajaib karena dirinya adalah seorang katolik. Namun, sayangnya iman yang ingin diyakininya itu tidak disertai dengan sebuah pengharapan. Dalam dirinya begitu pesimis bisa sembuh, mengingat vonis dokter yang sudah angkat tangan, yang membuatnya seolah tiada harapan sembuh lagi. Hari demi hari berlalu dan fisiknya semakin lemah, hingga pada suatu saat lewat sebuah peristiwa dia mendapatkan keyakinan untuk berharap pada Tuhan. Dengan menumbuhkan pengharapan itu, semakin hari dirinya pun berubah. Kesedihan pun berubah menjadi sebuah kecerian penuh harapan. Lewat pengharapan inilah, iman yang sudah diyakininya itu semakin kuat. Keinginan untuk sembuh pun tumbuh dalam dirinya. Banyak sekali kesaksian yang kita dengar tentang kesembuhan yang ajaib, dimana saat para dokter ahli sudah menyerah, saat itulah kuasa Tuhan bekerja. Bila kita mau meneliti satu per satu kasus kesembuhan itu, kita bisa melihat bahwa adanya pengharapan yang besar dari si sakit akan jamahan Tuhan. Kasus lainnya, rumah tangga yang terancam buyar, karena salah satu pihak (suami/istri) berselingkuh. Bagaimana rumah tangga ini bisa diselamatkan? Ya dengan pengharapan pula. Selama suami/istri yang dikhianati mau berharap pada Tuhan agar pasangannya mau kembali kepadanya, maka tidaklah hal itu mustahil. Masih banyak kisah-kisah indah tentang pengharapan manusia pada Tuhannya.

Di sini kita bisa melihat bahwa sesungguhnya hal yang terpenting dalam kehidupan sebagai seorang katolik, bukanlah iman atau cinta kasih saja, melainkan juga pengharapan kita pada Tuhan. Dengan senantiasa berharap pada Tuhan, maka secara otomatis iman akan tumbuh dalam diri, dan dengan iman itulah kita bisa memberikan cinta kasih pada sesama kita. Agaknya percuma bila kita mengaku telah beriman dan menerapkan cinta kasih pada sesama apabila kita tidak mau/pernah berharap pada Tuhan. Bukankah semua yang kita peroleh ini adalah anugerah, sehingga sudah sewajarnya kita membagikannya pada sesama? Apalagi iman sendiri adalah suatu yang tidak kelihatan, jadi bila berharap saja kita tidak pernah/mau, bagaimana kita bisa beriman? “Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?” (Rom 8:24).

Marilah lewat Paskah ini kita mau semakin berharap pada Tuhan dalam hidup kita!

Terinsipasi oleh kotbah Minggu Paskah,

JN. Rony
20030421

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalink
Tags
Categories: Renungan


 

Responses to this post » (None)

 
Post a Comment

You must be logged in to post a comment.

Tags
Comment Meta:
RSS Feed for comments

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.