11 Jan 2000 @ 12:59 AM 

Natal. Seharusnya kulalui dengan hati bersyukur atas kelahiran Yesus Kristus. Maklum, setidaknya itulah tugasku sebagai orang Katolik. Di tahun-tahun sebelumnya… Natal selalu kulalui dengan penuh keceriaan dan mungkin lebih terkesan “hura-hura” ketimbang menghayati “hadirnya” Kristus di dunia ini. Natal, terjadinya di bulan yang begitu istimewa, yakni Desember, yang mempunyai banyak makna bagiku… yaitu di samping bulan kelahiranku, juga pesta semua santo pelindungku juga ada di bulan ini dan sudah sewajarnya jika memang aku harus merayakan dengan merenungkan dan memperbaiki diriku agar bisa meniru teladan santo-santo pelindungku itu.

Memang dalam Natal tahun ini aku berusaha untuk “bersenang-senang”, akan tetapi… apa yang kudapat? Aku hanyalah semakin jengkel, karena seakan-akan dunia sudah tidak peduli lagi dengan Natal itu sendiri dan kulalui saja tanpa bisa berbuat apa-apa… hingga tibalah saat Natal itu… aku berusaha hanya memberikan yang terbaik buat Tuhanku di hari ulang tahunnya, yang hampir ke-dua abad-nya lagi! Setelah itu, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, yang kulakukan setelah Misa Malam Natal adalah mencoba BERSENANG-SENANG! Seakan-akan kegiatan ini sudah terukir dalam pikiranku dalam rangka merayakan Natal yang menurutku adalah saat bahagia dan Paskah adalah saat sedih (walaupun pernah juga setelah Misa Malam Paskah aku bersenang-senang). Akan tetapi apa yang kudapat? Hanyalah kekecewaan dan kejengkelan. Itulah yang kualami di hari Natal 1999. Hanya karena “perbedaan” prinsip, aku menjadi begitu marah dan marah! Tanpa sadar kulalui Ultah Yesusku dengan amarah yang meluap-luap. Itu saja? TIDAK!

Selain Natal, kita juga telah memasuki Tahun Yubileum Agung 2000, dan ternyata kulalui hari-hari terakhir di tahun 1999 dengan amarah-amarahku itu. Hingga tanpa sadar pula kulalui pesta Santo Pelindungku dengan marah berat! Aku begitu dendamnya pada seseorang, hanya karena suatu “masalah” yang sebenarnya sepele. Hingga akhirnya kumasuki tahun 2000 ini dengan perasaan yang begitu hampa dan tak berarti. Hatiku telah kosong dan hambar. Segala minatku untuk melayani dan mengikuti Tuhan hampir tidak ada lagi. Itulah kesuksesan buat setan! Dia memang telah menang atasku saat itu. Aku bahkan sudah tidak berdoa pada Tuhan di hari-hariku saat itu.

Hingga tibalah sebuah “peringatan” dari Tuhan yang bagaikan tamparan atas segala kesomboganku selama ini. Baru saja Tahun Baru berlalu, ternyata aku harus kehilangan sebuah “teman” yang setia mendampingi kemanapun aku pergi dan sudah laksana “kaki” bagiku. Aku begitu lemas saat itu dan hanya bisa berkata, “Ya Tuhanku… ampunilah aku.” Mulai saat itu, badai persoalan pun timbul akibat kejadian tersebut. Imanku betul-betul diuji dan dipertanyakan oleh orang-orang di sekelilingku, termasuk di rumahku sendiri! Karena peristiwa itu, aku hanya bisa berpasrah dan melalui bimbingan seorang romo, aku pun mulai bisa tersadar kembali untuk lebih mendekatkan diriku lagi pada Tuhan. Dalam perenunganku hingga saat ini, ternyata aku mendapati begitu banyak “borok” dalam hidupku selama ini yang tidak kusadari… aku telah memberikan makna yang keliru tentang Natal. Natal, ternyata mempunyai dua segi, yaitu bahagia dan sedih. Bahagia, karena Tuhan kita telah lahir dengan selamat di dunia dan mau melawat kita umat-Nya. Sedih, karena betapa “kotor”nya aku hingga Allah Bapa memutuskan perlu untuk mengutus Putra Terkasih-Nya sendiri untuk datang ke dunia dan menebus segala kekotoranku ini. Saat ini aku telah tersadar bahwa segala yang kulakukan adalah salah dan semua “perenungan” yang kulakukan selama ini atas semua problemku adalah bentuk dari “pelarian” dan itulah yang akhirnya membuat aku jatuh dalam “pelukan” iblis.

Pada Misa Hari Raya Pembaptisan Tuhan kemarin, aku merasa ditampar lagi dengan sebuah ayat dari bacaan pertama, yaitu dari Yesaya 55:8, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.” Oh, Tuhan… betapa sombongnya aku selama ini yang selalu mengira bahwa dengan mengikuti Engkau, maka semua yang kulakukan dan kulalui adalah rancangan-Mu dan jalan-Mu. Itulah, tamparan demi tamparan “peringatan” dari Tuhan yang kudapatkan dan telah menyadarkan aku dari “perenungan”ku. Melalui bimbingan romo, aku diminta untuk berpasrah pada Tuhan dengan cara menerima dan menghadapi kenyataan ini. Aku percaya bahwa dengan bantuan Tuhan yang senantiasa menjagai aku dalam setiap langkahku dan selalu berusaha mengingatkan aku bila aku menjauh daripada-Nya dengan cara-Nya yang ajaib. Aku percaya dalam setiap kejadian yang kualami merupakan “batu loncatan” untuk menggapai rencana Tuhan yang indah pada waktunya (Pkh 3:11). Maka dari itu, dalam setiap doaku, aku hanya bisa berkata, “Tuhan, inilah diriku dengan segala kelemahanku, pakailah diriku, Tuhan, sesuai dengan rencana-Mu,” dengan begitu aku dapat menang atas iblis dalam nama Tuhanku, Yesus Kristus!

Amin!

Kamar tidur, 11/01/00, 00:59 WIB
JN. Rony
bejana yang rapuh

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalink
Tags
Categories: Personal


 

Responses to this post » (None)

 
Post a Comment

You must be logged in to post a comment.

Tags
Comment Meta:
RSS Feed for comments

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.