24 Jun 2001 @ 4:20 PM 

Suatu kali Joko dimintai tolong untuk mempersiapkan suatu acara pesta. Dengan berbekal sedikit petunjuk, maka Joko bersama dengan teman-teman yang lain mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan agar pesta itu dapat berlangsung dengan baik. Pada saat itu, Joko begitu bersemangat sekali dalam mewujudkan segala rencana yang telah disusun, Joko berusaha memberikan yang terbaik, Joko ingin agar namanya tercatat sebagai penyumbang tenaga dan pikiran dengan porsi terbesar sehingga acara tersebut dapat berlangsung. Ditanamkannya dalam otak bahwa tanpa aku, semua rencana itu pasti tidak akan terwujud.

Namun, apa yang terjadi? Ternyata pada hari H-nya, seakan-akan nama Joko hilang ditelan oleh kemeriahan acara. Semua orang sudah tidak lagi menghiraukan bagusnya hiasan, tidak memuji melihat bagusnya panggung, tidak berdecak melihat bagusnya dekorasi, bagusnya apa saja… mereka semua lebih terlihat memuji para pemain yang tampil, memuji idola mereka. Joko dan teman-teman yang lain yang telah bekerja keras untuk mewujudkan pesta tersebut dari segi perlengkapan seakan tak pernah ada dan nama-nama mereka seakan tak pernah terlintas dalam pikiran para penonton yang hadir. Entah kenapa, hati Joko sungguh sakit… hatinya sungguh kecewa… Joko bertanya dan bertanya terus, mengapa? Apakah kerja kami kurang bagus? Apakah hasil kerja kami kurang sempurna? Hati Joko sungguh hancur…

Dalam hidup, sering pula kita mengalami hal yang sama. Kita telah bersusah payah mengerjakan sesuatu, namun yang dipuji adalah orang lain. Kita sebagai pendahulu sebuah pekerjaan sering dilupakan dan kejayaan kita digantikan oleh orang yang mengakhir pekerjaan kita. Kita pun sering protes, kita sering tidak terima karena kita dilupakan. Kita merasa bahwa tanpa kita maka acara tidak dapat berlangsung, tanpa kita pekerjaan tidak dapat selesai, tanpa kita sebuah organisasi tidak dapat berjalan dengan baik.

Hari ini Tuhan menegur lewat sabdaNya. Kelahiran Yohanes Pembaptis mencelikkan mataku. Yohanes telah diutus mendahului Tuhan Yesus untuk mempersiapkan jalan bagiNya. Yohanes telah diutus mendahului agar mempersiapkan dunia untuk menyambut putra Allah yang akan berkarya… Dengan kata lain, Yohaneslah yang membuat fondasi iman dan Yesus tinggal menerima buah-buah dari pekerjaan Yohanes. Lalu, apakah Yohanes protes? Apakah Yohanes sakit hati ketika murid-muridnya pergi meninggalkan dia dan mengikuti Yesus? Apakah Yohanes marah karena seketika Yesus muncul, namanya sudah dilupakan oleh orang banyak?

Tidak! Justru Yohanes begitu bangga bahwa dia dapat mempersiapkan jalan bagi seorang penebus. Dia begitu bangga dapat mengumpulkan murid-murid untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Bahkan dengan terang-terangan Yohanes berkata pada para pengikutnya, “Aku bukanlah superstar yang kalian tunggu… Superstar itu akan datang setelah ini dan aku tidak ada apa-apanya” (Kis 13:25)

Yohanes Pembaptis menyadari bahwa panggilannya bukanlah untuk menjadi bintang utama, melainkan hanya sebatas tukang dekorasi saja… Yohanes menyadari bahwa tugasnya bukanlah untuk menjadi aktor di panggung, melainkan hanyalah sebagai tukang yang mempersiapkan panggung. Yohanes menyadari bahwa keahliannya bukanlah menjadi sang tokoh, melainkan hanya mempersiapkan karpet merah sebagai jalan bagi sang tokoh. Dan itu diterimanya dan dikerjakan dengan penuh syukur!

Sering memang, orang lebih memilih menjadi Yesus ketimbang Yohanes. Orang lebih ingin jadi aktor utama (terkenal) daripada hanya menjadi aktor pengganti (dilupakan). Orang lebih memilih menjadi pemain cadangan (bermain di lapangan) daripada jadi pemain cadangan (sering tidak dimainkan). Orang lebih memilih menjadi bos (dikenal) daripada menjadi anak buah (tidak dikenal).

Peran Yesus ataupun peran Yohanes, keduanya sama-sama penting. Tanpa Yesus… apa yang dikerjakan oleh Yohanes rasanya tidak ada artinya. Sedangkan tanpa Yohanes, rasanya karya Yesus juga tidak akan berjalan baik, bahkan tidak mungkin tidak ada. Yohanes telah dipilih sejak dari kandungan untuk mempersiapkan karya Yesus. Satu yang membedakan dengan kasus Joko, yaitu Yohanes sadar bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah untuk dirinya, melainkan untuk orang lain yang akan menggunakan “hasil karyanya” itu. Dengan penerimaan diri itulah Yohanes tetap menganggap apa yang dikerjakannya tak akan sempurna tanpa kehadiran Yesus. Dengan pemahaman diri itulah Yohanes mampu bersyukur dalam segala langkahnya, walaupun tahu nantinya dia akan dilupakan saat Yesus muncul.

Hidup bermasyarakat ini seperti sebuah kereta yang punya empat rodanya. Sebuah kereta akan berjalan dengan baik apabila keempat rodanya bundar semua dan dapat berputar dengan baik. Bila kita bisa menjalankan hidup ini seperti kereta dengan empat roda yang baik, maka hidup akan penuh dengan warna. Namun, jika salah satu roda di kereta rusak/patah, maka tentunya hidup tidak akan berputar dengan baik. Itu artinya roda depan dan belakang saling mendukung satu sama lain. Tidak bisa roda belakang ingin mendahului roda depan. Semua telah punya posisi masing-masing dan semuanya PENTING. Tidak ada satu roda yang lebih penting dari roda yang lain. Roda depan tidak lebih istimewa daripada roda belakang.

Sekarang bagaimana dengan kita? Apakah kita mampu untuk menerima posisi kita yang mungkin lebih rendah dari orang lain? Apakah kita mampu untuk menghargai pekerjaan kita yang mungkin hanya di belakang layar? Apakah kita mampu memahami talenta kita sendiri? Injil telah memberi kita pilihan, bila kita dipanggil menjadi Yohanes, apakah kita akan tetap jadi Yohanes ataukah kita memaksa menjadi Yesus?

JN. Rony
24 Juni 2001

Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalink
Tags
Categories: Renungan


 

Responses to this post » (None)

 
Post a Comment

You must be logged in to post a comment.

Tags
Comment Meta:
RSS Feed for comments

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.