19 Jun 2005 @ 11:30 AM 

Beberapa hari lalu seorang teman berkeluh kesah kepadaku tentang pekerjaannya. Saat itu dia menuturkan kegalauannya pada perusahaan tempat dia bekerja. Dia terus menerus menanyakan kenapa dia harus ditempatkan di salah satu kota tempat cabang dari perusahaannya yang jauh dari kampung halamannya dan jauh dari lingkungan keluarganya di Jakarta. Teman ini menceritakan betapa susahnya dia di kota yang baru itu, walau bisa bertahan, namun perjuangannya sangatlah berat. Aku lalu teringat perjuanganku saat pindah dari Surabaya ke Denpasar. Saat itu aku benar-benar mengalami depresi dan stress berkepanjangan, karena di Denpasar praktis aku seorang diri tanpa keluarga dan teman. Bahkan pernah saat itu aku sakit dan tidak mampu bangun dari tempat tidur selama 2 hari dan selama itu pula aku hanya bertahan dengan roti tawar dan air mineral. Tanpa sadar, 2 minggu lagi aku genap 1 tahun hidup di Bali, surganya dunia menurut para turis. Kembali ke keluhan temanku, menurutnya kondisi diperparah dengan begitu banyak ketidakadilan di perusahaannya. Tidak lagi jelas siapa pimpinan, siapa bawahan; hal ini dikarenakan struktur organisasi yang kurang jelas di perusahaannya.

Seorang teman lain pernah juga bercerita kepadaku. Di tempatnya bekerja nuansa sikut-menyikut menjadi sebuah trend. Siapa kawan dan siapa lawan sudah tidak jelas lagi. Bahkan saking canggihnya, unsur sadap-menyadap pun terjadi di perusahaan tempat teman ini bekerja. Kebetulan perusaahannya ini sedang berkembang pesat dan tiap kali kekosongan jabatan, selalu terjadi semacam perebutan kekuasaan. Benar-benar mirip kampanye partai. Bahkan pernah terjadi sebelum jabatan kosong, sudah terjadi rebutan. Mendengar hal ini aku jadi teringat saat nenekku memasuki masa-masa sekarat. Saat itu napas masih dikandung badan (walau kembang kempis), tapi tahu-tahu ada beberapa orang sales peti mati yang menawarkan jasa peti mati dan pemakaman seolah nenekku ini sudah gak bernyawa. Sungguh perbuatan paling tidak beradab yang bikin seluruh keluarga besar murka, sampai terjadi keributan di rumah sakit itu. Kembali ke temanku, dia saat itu berfilosofi bahwa kenapa itu (saling sikut, dsb.) harus terjadi, bukankah lebih baik jika masing-masing kerja dengan tenang, yang penting kerja bagus, target tercapai, gaji cukup, bonus bagus, hati tenang, dan hidup tentram? Memang, ini adalah impian setiap pekerja ๐Ÿ™‚

Aku teringat akan tulisanku tahun lalu, yang kubuat saat aku berkunjung ke Jakarta. Tulisanku terilhami oleh film Cheaper By The Dozen yang waktu itu baru kutonton bersama temanku di Citos. Sebuah keluarga dengan 12 orang anak dengan segala problematika dan keunikan masing-masing anggota keluarga, yang kulihat mirip dengan masalah yang dihadapi dalam sebuah perusahaan. Sebuah perusahaan ibarat sebuah keluarga yang punya banyak anak. Di sana ada pimpinan (orang tua), kepala bagian (anak tertua) sampai karyawan biasa (anak termuda). Bila anggota keluarga ini mulai saling menjatuhkan dengan mementingkan ambisi pribadi, rasa iri hati, persaingan tidak sehat, anti-kritik, dan sebagainya; maka bisa dipastikan suasana rumah (perusahaan) akan menjadi tidak nyaman. Berbeda bila semua anggota keluarga saling mendukung, saling menghargai, saling memiliki, dan saling memaafkan; tentunya rumah tersebut bisa menjadi rumah yang kokoh, yang tak goyah diterpa badai gosip dan fitnahan.

Mungkin ada baiknya sebagai sebuah keluarga besar dalam satu perusahaan, masing-masing bisa meniru “moto” dari William Hung, sang inspirasi dari Asia; yang pemikirannya sangatlah menyentuh:

1. “I may not the best singer in the world, but I sing from my heart and I sing with passion. I enjoy what I do, not for money, not for fame. I just enjoy singing.”

2. “Even with a lot of talent in singing, even with a lot talent in whatever you choose to do, you still have to put in this hard work and you need to determination and perseverance, not to give up.”

3. “It doesn’t matter if it’s childern, adults, maybe even seniors; all these people just like me and they like for my real self. It is great to be my self and have people respect me for who i am. I wish more people in entertainment industry can be who they are, it makes life happy for everyone in the world.”

Nama William Hung pada tahun 2004 sempat meroket. Anak Amerika keturunan Hongkong ini adalah salah satu “icon tambahan” dalam ajang American Idol. Dia tenar bukan karena dia menang di kontes bergengsi yang melahirkan beberapa penyanyi tenar, melainkan karena dia gagal di kontes itu. Kegagalan yang dialami bukanlah kegagalan biasa, melainkan dia gagal karena William adalah kontestan paling “aneh” mengingat dia tidak tampan, tidak tidak bisa menari dan yang terparah dia tidak bisa menyanyi! Namun lewat CDnya (yang diobral murah oleh beberapa toko musik), William mengungkapkan pemikiran di atas. Dia mengaku menyanyi dengan hati gembira, bukan untuk ketenaran ataupun uang. Dalam bekerja, bila kita melakukannya dengan hati gembira, tentunya pekerjaan yang kita lakukan akan terasa sangat ringan. Karir dan uang memang harus kita raih, namun janganlah itu menjadi tujuan utama. William juga berprinsip bahwa kita harus selalu mengusahakan yang terbaik dengan tetap rendah hati. Jabatan dan kesuksesan seringkali membutakan mata kita, untuk itulah kita perlu belajar dari William Hung, agar tidak berpuas diri dengan hasil yang kita raih, serta mengasah kerendahan diri agar tidak jatuh dalam kesombongan dan ketamakan. Dan yang terutama, William mengajarkan agar kita menjadi diri sendiri. Alangkah menyenangkan bisa bekerja bersama orang-orang yang tidak memakai topeng-topeng dan senyum-senyum penuh kepalsuan. Dengan menjadi diri sendiri, kita bisa lebih mempercayai partner kerja kita, kita bisa bekerja dengan sepenuh hati. Dengan demikian, maka masing-masing dari kita menjadi penopang bagi perusahaan tempat kita bekerja.

Cerita dari kedua temanku di atas adalah sedikit dari dilema dunia kerja. Gambaran dari film Cheaper By The Dozen dan pemikiran dari William Hung mungkin bisa menjadi salah satu jawabannya. Namun yang terpenting adalah maukah kita memulainya dari diri kita?

“Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” — Lukas 14:11

JN. Rony
20050619
dipersembahkan untuk yy di sana…

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalink
Tags
Categories: Renungan


 

Responses to this post » (None)

 
Post a Comment

You must be logged in to post a comment.

Tags
Comment Meta:
RSS Feed for comments

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.