13 Jul 2004 @ 6:06 PM 

Aku terbangun dari tidurku yang kurang enak. Memang, sudah hampir 2 minggu terakhir ini aku tidur kurang nyaman, karena hampir setiap malam aku naik ke ranjang dengan posisi terlalu lelah. Belum lagi, aku baru seminggu menempati kamar kost baruku di kota baru ini, praktis tubuhku masih berusaha untuk menyesuaikan dengan berbagai kondisi di sini.

Kepindahanku ke Denpasar memang cukup banyak mengagetkan banyak pihak, termasuk keluargaku. Pro dan kontra timbul atas keputusanku tersebut, ada yang mendukung ada pula yang pesimis aku bisa bertahan di kota ini. Kuakui waktu itu aku agak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan menerima tawaran pindah dari perusahaan. Memang aku telah menimbang untung dan ruginya, namun aku belum membawanya secara penuh ke dalam keheningan doa, untuk tahu apakah ini rencana Tuhan untukku atau bukan.

Kini, aku sudah memasuki hari ke-13 di kota yang penuh dengan keunikan dan sarat dengan nuansa adat budaya. Entah kenapa berbagai hal menimpaku semenjak aku akan berangkat dari Surabaya menuju ke Denpasar. Sehari sebelum aku berangkat, tiba-tiba aku ditelpon seorang teman yang mengabarkan bahwa seorang mantan pembina Pramuka kami saat di SMA meninggal. Lalu kami berangkat ke Denpasar dalam kondisi letih, padahal kami berangkat dengan membawa mobil. Praktis kami mengendarai mobil dengan kecepatan yang sangat lambat dan beberapa kali berhenti untuk menyegarkan diri ataupun tidur. Perjalanan kami tempuh dalam waktu 10 jam sampai ke Denpasar. Tepat pada hari kedua, pada pagi harinya aku menerima SMS dari seorang teman yang mengabarkan perihal Meme (seorang teman yang sedang sakit, yang beberapa kisahnya pernah kutulis) yang masih tak sadarkan diri di ICU, padahal sudah sebulan. Pagi itu, aku merasa ada yang tidak enak setelah membaca SMS tersebut. Memang, menjelang aku berangkat ke Bali, aku sempat berkunjung ke ICU, di sana Meme tergeletak lemah dan matanya menyorotkan tanda-tanda keletihan setelah hampir 2 tahun dia berjuang melawan sakitnya. Siangnya, aku kembali menerima berita buruk, seakan petir yang menyambar di siang bolong… Meme dipanggil menghadap Tuhan. Aku langsung menelepon temanku di Surabaya dan saat itu aku kembali teringat tatapan Meme saat terakhir kujenguk. Yah, Meme sudah menyerah, tapi mungkin ini yang terbaik yang Tuhan rencanakan untuk Meme dan keluarganya. Praktis hari itu, moodku langsung drop… ditambah lagi aku tidak bisa hadir saat pemakaman, karena semua flight penuh; begitu juga seorang teman yang ada di Jakarta, tak bisa mudik pula.

Setelah itu berlalu, masalah kembali menaungiku… yaitu kost. Dimanakah aku harus kost? Pertanyaan ini sungguh mengganggu aku, mengingat aku membawa cukup banyak peralatan yang tidak murah dari Surabaya. Banyak yang mengatakan bahwa kondisi di Bali ini berbeda dengan di kota-kota lain, relatif lebih aman. Namun, tetap saja aku tidak bisa tenang bila belum mendapatkan kost yang aman dan nyaman. Masalah bertambah karena budget untuk kost terbatas, sehingga mau tak mau aku harus mencari kost yang berada di pinggir kota bila mau dapat kamar kost yang lebih luas. Dari beberapa kost yang aku datangi, akhirnya kuputuskan untuk mengambil kost yang sekarang ini aku tempati. Lokasinya memang dekat dengan kantor, hanya kurang dari 10 menit berkendara, namun tempatnya memang relatif gelap sekali kalau malam hari, karena di sini memang sepi sekali. Kamar yang kudapat luas, namun entah mengapa semenjak tidur di sini, badanku semakin sakit saja. Kesehatanku memburuk, mungkin karena masuk angin. Di sini memang banyak angin, terutama pada pagi hari, begitu dingin.

Akhirnya, hari demi hari kupergunakan untuk mulai mengisi kamar kost yang betul-betul kosong. Mulai dari membeli ember, sikat, sabun, kursi, sampai mengganti lampu yang remang-remang. Selain itu, aku juga harus membenahi kantor baru yang baru tersedia meja di sana. Berbagai masalah tak lupa ikut melewatiku saat mempersiapkan kantor baru ini, mulai sikap menyebalkan dari beberapa orang yang jadi tetanggaku di sini, sampai tertabraknya mobil. Maklum, kondisi badanku memang sedang tidak fit, tapi aku harus tetap mempersiapkan segala sesuatunya di sini.

Dari berbagai kesulitan, aku beruntung punya seorang teman yang bisa sinting selama di sini. Saat malam, kami mencoba mencari makanan-makanan enak dan murah, lalu merasakan macetnya Legian di kala malam, sampai berputar-putar menghapalkan jalanan Denpasar yang lumayan ruwet dan bikin pusing. Kali pertama aku merasakan misa di sini, aku sampai menangis begitu mendengar beberapa lagu karismatik klasik dinyanyikan oleh koor. Aku merasakan bahwa seberat apapun beban yang kutanggung, Tuhan tak pernah sedetikpun meninggalkan aku. Di lagu itu dikatakan: “Tak usah ku takut, Allah menjagaku. Tak usah ku bimbang, Yesus pliharaku. Tak usah ku susah, Roh Kudus hiburku. Tak usah ku cemas, Dia memberkatiku.” Sungguh, lagu ini sudah lama sekali tidak pernah kudengar, semenjak aku mengundurkan diri dari dunia karismatik 2 tahun yang lalu. Namun, sungguh tak kusangka bahwa lagu ini bisa kudengar di kota ini, jauh dari kampung halaman, di kala aku membutuhkan banyak sekali penghiburan. Saat itu aku benar-benar terharu akan penguatan yang diberikan oleh Tuhan.

Malam tadi, aku kembali tertidur karena kelelahan seharian mengurus ini dan itu. Tengah malam, ku terbangun dan mendapati MP3-ku masih berputar dengan volume yang lumayan keras. Sejenak aku membaca email yang belum terbaca dan kembali aku mendapatkan penguatan dari renungan seorang romo kenalanku. Romo ini pun sedang merefleksikan dirinya dengan tulisan-tulisan. Disinggungnya tentang berserah pada kehendak Tuhan. Bahwa Tuhan selalu punya rencana dalam setiap peristiwa, baik yang terlihat positif atau negatif di mata manusia. Sejenak aku merenung dalam keheningan malam kota Denpasar. Aku menyadari bahwa aku harus mencari kehendak Allah atas diriku. Entah apa rencana Tuhan kali ini, namun aku harus mencoba untuk berpasrah dalam menerima setiap peristiwa. Dalam kepasrahan itulah kita bisa menguak misteri keagungan rencana Tuhan atas kita. Aku percaya bahwa rencana Tuhan selalu indah atas kita. Namun, seringkali aku kurang bisa berserah pada kehendakNya. Aku sering memaksakan rencanaku di atas rencana Tuhan. Malam ini sungguh jadi malam yang panjang bagiku… aku percaya bahwa aku bisa bertahan di kota ini. Dukungan dan doa dari beberapa sahabatku, ceceku, romo, suster dan frater yang kukenal memberikan aku kekuatan untuk terus mencoba dan mencoba. Aku percaya bahwa akhir dari cerita perjalananku di sini masihlah panjang. Akankah ini jadi cerita sedih ataukah gembira, buatku tidak jadi masalah… yang terpenting saat ini adalah mencari kehendak Allah dalam alur cerita tersebut.

Seakan lagu yang kudengar 2 minggu lalu kembali terdengar…
Banyak perkara yang tak dapat kumengerti.
Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini.
Satu perkara yang kusimpan di dalam hati.
Tiada sesuatu kan terjadi tanpa Allah peduli
Allah mengerti, Allah peduli.
Segala persoalan yang kita hadapi.
Tak akan pernah dibiarkanNya.
Kubergumul sendiri sebab Allah mengerti.

AMDG,

JN. Rony
20040713

Akankah esok kau senyum jua, memberi hangatnya sejuta rasa — Chrisye

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalink
Tags
Categories: Personal


 

Responses to this post » (None)

 
Post a Comment

You must be logged in to post a comment.

Tags
Comment Meta:
RSS Feed for comments

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.