Di almari buku di sebelah layar monitorku yang berbadan bongsor tergeletak sebiji peluru tajam sepanjang kurang lebih 5,5 cm yang baru kudapatkan tadi siang. Peluru itu adalah hasil otopsi dari ban mobil yang kemarin kukendarai pulang sehabis mengantar seorang adik ke airport Juanda untuk terbang menuju benua kangguru. Siang itu memang diriku sedang mendung hati… sepanjang hari diriku diwarnai oleh banyak masalah dan pikiran. Sehabis dari Juanda aku memang tidak langsung memulangkan mobil, melainkan mampir dulu di McD Basuki Rahmat sekedar untuk mengisi perut yang sebetulnya tidak kosong. Namun aku kasihan pada rombongan yang kubawa yang belum makan siang. Sewaktu di McD, baru pertama kalinya aku merasa mual saat memakan fast-food kesukaanku selama ini… entah kenapa, mungkin karena aku stress…
Sehabis makan, aku pun berencana untuk langsung memulangkan mobil ke daerah Kenjeran. Baru saja aku meninggalkan lokasi McD kurang lebih 200 meter… tahu-tahu di depan gedung Grahadi aku diperingatkan oleh seorang pengendara motor yang memberi isyarat bahwa banku gembos… Saat ini aku sedang berada di tengah jalan ramai. Dengan perasaan heran, aku meminggirkan mobil, namun aku jadi teringat kasus-kasus penembakan ban yang pernah menimpa beberapa orang yang kukenal. Aku pun berusaha mencari keramaian dan akhirnya kuputuskan untuk berhenti di depan sebuah SMU di sebelah Balai Pemuda. Saat itu kulihat kondisi ban… parah banget… udara yang ada, habis-bis… Hmmm… kerja bakti nich kupikir… padahal aku baru makan… sial bener π
Akhir kuputuskan untuk membagi tugas di antara kami, 1 orang di mobil dan kuberi warning jangan keluar untuk melihat-lihat, awasi mobil dari dalam dan satu orang lainnya membantu aku mengganti ban, saat itu memang kami hanya bertiga. Selang beberapa saat, ban berhasil kami ganti (walau hampir saja terjadi kecelakaan kecil karena salah pasang dongkrak π dan aku pun melanjutkan perjalanan pulang dengan lega karena ketakutanku tidak terbukti… dan aku pun berpesan agar empunya mobil memberitahu sopir untuk menambalkan ban yang bocor itu.
Sabtu kemarin, aku mendapat sms dari pemilik mobil yang mengatakan bahwa bannya itu ditembak orang. Pikiranku saat itu pun teringat pada “pistol” untuk memasang “paku keling” pintu yang kerap dipakai orang untuk menembak ban mobil… dan aku pun bersyukur bahwa saat itu tidak terjadi sesuatu… Namun, aku begitu kagetnya saat tadi siang aku diberi “barang” hasil otopsi ban yang ternyata sebuah peluru tajam. Wah! Aku benar-benar lebih bersyukur lagi bahwa saat itu tidak terjadi sesuatu pada kami, mengingat tembak yang dipakai ini sepertinya senjata beneran… dari pelurunya sich mirip pelurunya pistol koboi atau senapan laras panjang yang dipakai para sniper di film-film. Bila memang peluru yang bersarang di ban itu benar-benar ditembakkan dari sebuah pistol, bukankah artinya pelakunya sudah nekat? Hmmm… kejahatan semakin menjadi saja… dan aku sungguh bersyukur Tuhan masih mau melindungi aku…
Bagi mereka yang membawa mobil, kalau boleh aku ingin berbagi sedikit tips untuk mengatasi kejahatan penembakan ban mobil, sbb:
– Bila diperingatkan orang di tengah jalan bahwa ban mobilnya bocor… waspadalah! Carilah tempat keramaian untuk berhenti, JANGAN pernah berhenti di tempat sepi/gelap. Mending kendarai terus dan relakan ban mobil Anda hancur daripada terjadi sesuatu pada Anda.
– Bila wanita dan sendirian, jangan keluar dari mobil, melainkan kalau bisa telpon rekan Anda yang bermukim di daerah sana untuk dimintai bantuan. Kalau perlu telepon polisi setempat (dari HP bisa dial 112).
– Saat mengganti ban, tugaskan seorang atau lebih untuk tetap berada di dalam mobil dan kunci semua pintu dan hanya buka bila diperlukan. Jangan pernah merasa sungkan pada orang yang mengganti ban (karena tidak kerja), begitu juga yang mengganti ban gak perlu ngambek (karena gak dibantu). Ini demi kebaikan bersama.
Dari beberapa pengalaman yang ada (baik dari keluarga maupun dari teman), ada beberapa tipe “penembak” ban mobil ini, yaitu saat pemilik mobil lengah karena sibuk mengganti ban atau hanya sekedar memperhatikan/membantu yang mengganti ban, di penembak akan langsung mendatangi sisi mobil satunya dan membuka pintu dan mengambil tas/dompet yang ada di dalam mobil. Perbuatan ini hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 menit. Ada juga tipe “penembak” yang pantang menyerah, yaitu bila melihat korbannya “selamat” saat mengganti ban (terutama bila wanita dan sendirian), maka dia akan menembak lagi ban mobil lainnya. Dan yang lebih seram… ada tipe “penembak” yang nekat dan berani mati… yaitu saat pemilik mobil keluar untuk melihat/mengganti ban, langsung saja disamperin dan ditodong atau dirampas barang berharganya.
So… waspadalah akan kejahatan di sekitar kita dan selalu ingat ama Yang Di Atas…
Thank’s God,
JN. Rony
20030727
yang bisa saja kehilangan gadget tercinta
Beberapa hari yang lalu seorang teman sekolah mudik setelah sekian tahun mengadu otak (kuliah) di negara Asia paling maju, yaitu Jepang. Kepulangan ini disertai dengan banyak keperluan selain untuk liburan tentunya. Ia mudik beserta “calon” istri yang asli orang Jepang. Nah, sesuai dengan obrolan sebelum kepulangannya, teman ini menyatakan ingin ikut jalan sehat lintas alam yang lebih dikenal dengan Hash House Harries (HHH), maklum… dulunya kami adalah sekolompok “pecandu” kemping dan hiking yang membawa bendera Pramuka π
Hari ini sesuai dengan kesepakatan kami berkumpul dan berangkat dari Surabaya menuju Puncak Prigen, lokasi hash minggu ini. Sekitar 1,5 jam menyetir, akhirnya kami tiba di tempat tujuan dan mulai mendaftar, dsb. Saat inilah terjadi sebuah pemandangan yang bagiku menarik dan cukup mempermalukan aku. Saat itu, si gadis Jepang merasa kepanasan… maklum… hawa di Indonesia beda sekali dengan hawa di Jepang π So, waktu itu dia minum dari sebuah botol air mineral baru yang masih bersegel. Habis dirobek segelnya… saat inilah yang menakjubkan aku π dia tolah-toleh seperti orang kebingungan… ternyata dia cari tempat sampah! Berhubung tidak menemukan, maka dia kemudian membuka tasnya dan memasukkan “sampah” segel plastik ini ke dalam sebuah bungkus bekas tissue dan kemudian ditutupnya kembali tasnya tersebut. Aku yang berdiri di dekatnya dan mengamati sungguh takjub! Begitu pula saat dia habis menggunakan tissue untuk membersihkan keringat yang bercucuran. Semua sampah-sampah tersebut dimasukkan ke dalam bungkus bekas tissue yang tadi. Hmmm… padahal kalau mau lihat lokasi dimana kami berdiri saat itu… banyak sekali sampah berserakan, seperti gelas air mineral, bungkus permen, kertas bekas, dll… dan semua itu tidak membuat dia ingin berpartisipasi menambah koleksi sampah di sana. Begitu pula saat di perjalanan hash… saat itu dia membuka permen dan bungkusnya pun “dikoleksi” kembali dalam tasnya itu. Padahal jujur saja… di sepanjang perjalanan (hutan, ladang, dsb.) banyak sekali sampah bekas buangan para hasher, mulai dari bungkus permen yang kecil sampai botol atau kaleng minuman.
Well… jujur saja, aku sangat malu bo! Sebagai salah satu pemegang saham dari alam Indonesia ini, aku pribadi mengakui seringkali tidak merasa bersalah membuang sampah sembarang, dengan dalih itu hanya sampah kecil, tidak terlalu menganggu… Kini aku dihadapkan pada situasi dimana aku diajari tata krama kehidupan yang cinta lingkungan oleh orang asing… seorang yang tidak turut hidup atau memiliki alam Indonesia ini tapi bisa ikut merasa bertanggung jawab atas kebersihan dan kelestarian lingkungan. Bayangkan! Kalau di negeranya mereka melakukan itu bisa jadi karena ada ancaman hukuman dari pemerintah mereka, tapi di sini, di Indonesia… dimana mereka tidak lagi diancam oleh hukuman akibat membuang sampah sembarangan… namun mereka tetap melakukannya (tidak membuang sampah sembarangan) juga. Sebuah contoh yang patut untuk kita renungkan.
Kalau dipikir-pikir, alangkah indahnya juga ya kalau kita bisa seperti mereka, sadar untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Alangkah indahnya kota dan hutan kita!
JN. Rony
20030706
Presented to Lui & Yoko. Thx!
Selama ini Paskah selalu bermakna dalam untukku pribadi. Bermakna dalam karena pada hari raya inilah diriku telah ditebus oleh Yesus sendiri. Pada hari raya inilah aku “dimatikan” dan kemudian “dihidupkan” lagi kehidupan yang baru sebagai seorang Katolik. Kuingat betul masa-masa perjuanganku untuk menjadi seorang katolik, sebuah masa yang tidak singkat. Tuhan betul-betul mengujiku selama 10 tahun demi melihat kesungguhanku untuk menjadi pengikutNya. Kuingat persis 7 tahun yang lalu, pada misa malam Paskah, dimana diriku mengenakan setelan putih-putih, dengan bangga mengikuti misa malam itu bersama dengan teman-teman calon baptisan yang lain. Masih terngiang di telingaku saat nama baptisku dipanggil, “Nicholas, aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” dan dengan tegas kukatakan “AMIN!” Kuingat betul peristiwa penting dalam hidupku itu, seakan baru terjadi kemarin. Selama 7 tahun ini pula, aku jatuh bangun dalam iman yang telah kupilih ini. Selama 7 tahun pula, aku merasakan berkat Tuhan yang begitu melimpah dalam hidupku. Dalam suka dan duka yang kualami, aku merasakan bahwa ada yang berubah dalam hidupku! Begitu banyak pengalaman yang kudapat dalam kehidupanku sebagai orang Katolik. Dalam tubuh Gereja, begitu banyak misteri dan pengetahuan yang bisa kugali. Sadar atau tidak, semua pengalaman itu turut membentuk diriku.
Dulu, aku pernah beranggapan betapa beruntungnya teman-temanku yang baptis bayi. Mereka tidak perlu repot dan bingung untuk jadi katekumen, mereka tidak perlu pusing mengumpulkan tanda tangan romo sehabis misa, mereka bisa bermain atau pulang rumah di saat para katekumen mengikuti pelajaran agama tambahan setelah jam sekolah usai, dan masih banyak lagi “keberuntungan” yang kulihat pada mereka. Tapi ternyata pandanganku itu AMAT SANGAT keliru. Justru dari perjalananku itulah, aku melihat bahwa mereka yang baptis dewasa mendapatkan lebih dari sekedar “percikan air” saat baptis. Kami dipersiapkan dan diperkenalkan pada arti menjadi murid Kristus yang sesungguhnya. Iman adalah hak dan pilihan tiap individu. Seorang anak kecil tentu tidak bisa memilih atau menolak keputusan orang tuanya yang ingin anaknya jadi Katolik, dan ini tidak salah! Namun sekali anak itu dibaptis, orang tua berkewajiban penuh untuk menjadi katekis bagi anaknya. Bila tidak, apalah artinya anak itu dibaptis?
Paskah 2003 baru saja kulalui. Tahun ini aku merayakan kemenangan Kristus ini lain dari tahun-tahun sebelumnya. Bila selama ini aku selalu mengikuti Pekan Suci bersama dengan banyak teman dan diakhiri dengan makan bersama sepulang dari Misa Malam Paskah, maka tahun ini aku lebih menyepi. Hanya ditemani oleh seorang teman, aku merayakan Pekan Suci di gereja tempat aku dulu dibaptis. Aku ingin mengenang masa lalu, dimana aku pun dibaptis dalam suasana yang sepi. Waktu itu aku baptis di misa paling malam, gereja tidak penuh dengan umat, kursi-kursi di luar sampai tidak terpakai ditambah hanya ada seorang teman (selain para baptisan baru) yang memberikan selamat padaku saat itu. Sungguh indah! Masa 7 tahun yang lalu seolah terputar kembali dalam ingatanku saat acara pembaptisan di Misa Malam Paskah, Sabtu kemarin.
Ya Tuhan, terima kasih kasih dan pengorbanan yang Kau berikan pada kami, umatMu yang berdosa ini. Aku mohon dampingilah kami semua agar kami dapat menjadi umatMu yang layak untuk dibanggakan di dunia ini, umatMu pantas untuk memperluas kerajaanMu. Aku berdoa bagi mereka yang memiliki kerinduan untuk mengikuti Engkau, kiranya kerinduan itu dapat tetap ada sampai akhirnya mereka pun dapat menjadi bagian dari GerejaMu. Aku berdoa pula untuk para gembalamu di dunia, romo, suster, dan frater; kiranya mereka dapat menjadi gembala yang bijaksana bagi kami. Amin.
Kristus telah bangkit! Aleluya!
Selamat Paskah!
20 April 2003, pada ulang tahun pembaptisan
Nicholas