25 Feb 2007 @ 4:11 PM 

Menjelang misa Minggu selesai, aku mendengarkan pengumuman tentang sebuah seminar motivasi yang akan digelar oleh PUKAT (Persekutuan Usahawan Katolik). Saat misa selesai, di kaca depan mobilku pun tertempel brosur tentang seminar yang akan dibawakan oleh seorang pembicara dan penulis buku best seller. Selama kurang lebih 3 tahun terakhir ini, cukup banyak pembicara motivator bermunculan. Berbagai buku-buku yang dikarang oleh para pembicara tersebut pun ramai menghiasi berbagai toko buku. Seminar-seminar motivasi pun digelar dimana-mana, mulai dari yang gratis sampai yang bertarif jutaan per orang. Dalam berbagai kesempatan, cukup banyak organisasi/perusahaan/instansi bergantian mengundang para motivator tersebut untuk berbicara dan memotivasi para karyawan/anggota organisasi/instansi tersebut. Selama berada di Bali, aku cukup sering mendengar di radio tentang seminar motivasi dengan berbagai pembicara. Topiknya mulai dari motivasi diri, cara mudah mencari uang, cara cepat kaya, cara cepat sukses, cara mencari untung besar dengan modal kecil, waralaba, dan sebagainya. Fenomena apakah ini?

Motivasi, sebuah dorongan atau keinginan untuk melakukan sesuatu. Kenapa belakangan sering sekali didengungkan? Apakah saat ini orang-orang sudah mulai kehilangan arah dan tujuan? Apakah sekarang kita sudah tidak lagi bersemangat dalam bekerja? Berbagai pertanyaan muncul di benakku melihat fenomena ini. Jangan-jangan ini hanyalah sebuah tren yang sedang laris manis, layaknya jamur di musim hujan. Bisa jadi saat ini kita sudah tak lagi punya semangat untuk maju dan berkembang, sehingga perlu dorongan berupa motivasi itu. Namun, bisa pula kitalah yang menjadi tambang emas bagi para motivator tersebut. Aku pribadi kurang begitu cocok dengan konsep banyak motivator yang saat ini bermunculan. Memang kuakui bahwa ada hal-hal yang bisa kita pelajari dari apa yang mereka sampaikan, namun tidak semuanya bisa diterima mentah-mentah. Bagaimanapun juga, jalan hidup orang berbeda.

Masa Pra-Paskah ini mengingatkanku kembali pada Yesus yang sejak dulu menjadi motivatorku. Selama kurang lebih 10 tahun aku terus-menerus termotivasi untuk menjadi seorang Katolik dan lewat perjuangan, aku pun berhasil dibaptis. Selama 10 tahun kemudian pula aku terus termotivasi untuk bertahan mengimani Yesus di saat begitu banyaknya cobaan yang datang silih berganti. Menjadi dan bertahan sebagai seorang Katolik tidaklah mudah. Di era modern seperti sekarang begitu banyak tantangan yang harus dihadapi. Seringkali dalam menghadapi tantangan itu, kita secara tak sadar menjauh dari Tuhan dan saat itulah kita seolah terjatuh dan sendirian. Sebenarnya, jika kita mau setia dan sabar tentu akhirnya kita bisa melihat bahwa Tuhan tak pernah jauh dari kita, namun mata kitalah yang tertutup oleh dosa-dosa yang akhirnya mengaburkan pandangan kita pada Tuhan.

Dalam sejarah Gereja Katolik, telah tercatat cukup banyak motivator ulung selain Yesus, raja-nya para motivator. Salah satunya adalah Yohanes Pembaptis, sang motivator yang hidup di padang gurun dan tak bosan-bosannya memotivasi orang-orang di sekitarnya agar mempersiapkan diri menyambut kehadiran Yesus “dewasa”. Ignatius dari Loyola, tercatat sebagai motivator kawakan pula. Setelah melewati berbagai cobaan dan jatuh-bangun, Ignatius maju dan memimpin orang-orang serta memotivasinya untuk Mengikuti Jejak Kristus. Hingga hari ini motivasi Ignatius menjadi salah satu bagian penting dari perkembangan Gereja dan ordo yang didirikannya menjadi salah satu ordo tertua dan terbesar dalam Gereja Katolik serta menjadi ordo pelopor dan misionaris di seluruh dunia. Paus Yohanes Paulus II adalah motivator terbesar di abad 20 yang dimiliki oleh Gereja. Lewat berbagai pemikiran, tulisan, diplomasi, kepemimpinan dan karya serta kepeduliannya pada berbagai masalah dunia menjadikannya, motivator yang dikagumi dan dihormati oleh beragam bangsa dan agama. Masih banyak lagi motivator yang ada dalam Gereja Katolik yang sebenarnya bisa kita jadikan panutan, dan tentunya Yesus sendiri yang bahkan sampai rela berkorban bagi orang-orang yang dimotivasi olehNya. Dia memberikan contoh nyata, bukan sekedar omongan!

Pra-Paskah adalah saat dimana kita diajak untuk berpuasa dan berpantang untuk mempersiapkan diri menyambut Paskah yang tak lama lagi. Paskah adalah pertobatan, masa dimana kita dilahirkan baru, suci dari dosa-dosa. Semua itu karena pengorbanan Yesus, sang motivator sejati, yang tak segan-segan membela kita. Lewat bermati-raga itulah kita diajak untuk belajar menyelami arti sebuah penderitaan sehingga bisa memahami arti sebuah kemenangan; kita diajak untuk menolak keinginan jasmani sehingga kita tak lagi tergantung pada kesemua duniawi; dan yang terpenting adalah kita diajak untuk meneladan Yesus, sehingga bisa turut sukses bersama Dia, merayakan dan pesta bersama para malaikat dan orang kudus di surga. Tujuan akhirnya adalah kehidupan kekal.

Kini pertanyaannya, mengapa kita masih saja berlomba-lomba mencari motivasi dengan iming-iming agar bisa cepat kaya, cepat sukses, berpenghasilan tak terbatas, dan banyak lagi janji-janji duniawi itu; padahal dalam Gereja Katolik sendiri telah tersedia begitu banya motivator ulung yang karya-karyanya tak lekang oleh jaman? Mengapa kita mengejar kesuksesan semu yang dijanjikan oleh banyak motivator dengan syarat mengikuti seminar-seminar mahal yang diadakan oleh mereka, padahal dengan meneladan kehidupan Yesus dan menerapkannya dalam keseharian saja kita malah bisa beroleh kesuksesan yang lebih kekal? Apakah ajaran-ajaran Gereja tak lagi berguna sehingga lebih baik dilupakan? Ataukah kita yang telah melupakan tokoh-tokoh besar dalam Gereja kita dan menggantinya dengan profil para motivator yang rata-rata membanggakan dirinya sebagai motivator paling sukses tahun ini, penulis buku paling laris tahun ini, pembicara paling handal tahun ini, atau tokoh yang memecahkan rekor sebagai orang paling sukses tahun ini? Masa Pra-Paskah ini baiknya kita gunakan untuk merefleksi diri, siapakah “motivator” dalam hidupku?

Selamat berpuasa dan berpantang!

JN. Rony
20070225

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Renungan
 08 Aug 2006 @ 3:48 PM 

Jumat malam lalu aku menyempatkan diri untuk menonton bioskop, sebuah aktivitas yang sudah lama tidak kulakukan. Kuingat film terakhir yang kutonton di bioskop Bali adalah Harry Potter yang ke-4; setelah itu baru beberapa minggu terakhir ini aku cukup sering nonton, dimulai dari Superman Returns, Pirates of the Caribeans dan yang terakhir adalah film animasi garapan dari Disney dan Pixar, Cars. Film semua umur ini berkisah tentang sebuah mobil balap bernama Lighting McQueen pada saat dirinya dalam perjalanan hidup menuju ke puncak karir menyadari keberadaan dan realita hidup sekitarnya. McQueen adalah pendatang baru (Rookie) dalam arena balap memperebutkan piala Piston Cup, yang tampil secara fenomenal dan berpeluang besar. Impiannya adalah menjuarai Piston Cup dan memperoleh sponsor dari perusahaan besar yang diidamkannya. Dalam perjalanan karir balapnya McQueen dikenal bengal dan tak peduli pada orang (baca: mobil) lain. Kesuksesan membuatnya pongah dan lupa pada sekitarnya.

Dalam perjalanan duel ulang McQueen secara tak sengaja terdampar di kota Radiator Spring di Route 66, sebuah kota yang punya masa lalu ramai dan gemilang. Radiator Spring menjadi sepi semenjak dibangunnya Jalan Negara yang memotong jalur perjalanan menjadi lebih singkat. Di kota itulah McQueen bertemu dengan mobil-mobil lain dan belajar tentang arti kehidupan. Melalui karakter unik masing-masing penghuni kota itu, McQueen disadarkan bahwa banyak yang lebih penting dibandingkan sekedar trofi, ketenaran dan sponsor. McQueen disadarkan dan belajar tentang makna persahabatan, sportifitas, dan cinta. Walaupun pada akhirnya McQueen tidak menang dalam lomba balap Piston Cup, namun toh akhirnya McQueen-lah yang menang secara moral.

Sore tadi seorang teman sedikit berkeluh kesah tentang kondisi perusahaannya yang terasa kurang nyaman suasananya. Bila dilihat, apa yang diterima (baca: gaji) teman itu tidaklah kecil, melainkan lebih dari cukup. Namun kenapa dia merasa kurang nyaman? Lewat obrolan pendek, diketahui bahwa suasana kurang nyaman itu akibat persaingan kerja yang tidak sehat. Kebetulan dalam perusahaannya itu baru dilakukan perombakan yang cukup besar. Banyak pos-pos yang diganti, dengan alasan penyegaran. Akibat dari perombakan ini, mulailah timbul penjilat-penjilat yang berusaha untuk menguatkan posisinya di pos yang baru, istilah kerennya carmuk alias cari muka. Kegelisahan-kegelisahan sebenarnya sudah ditunjukkan oleh cukup banyak karyawan, namun karena pemimpin perusahaan tersebut kurang tanggap akan situasi yang terjadi di lapisan bawah, jadilah kondisi kerja makin tak nyaman. Si bos merasa sudah memberikan gaji yang tinggi pada karyawannya, fasilitas lengkap, dan banyak lagi. Namun, akibat terus-menerus mendapat tekanan dari bos yang kurang peduli dan mudah marah, ditambah lagi dengan tindakan-tindakan mereka yang carmuk dalam menjelekkan orang yang tidak disukai, jadilah korban pun tetap berjatuhan.

Kedua kondisi di atas tidaklah mirip 100%. Namun sikap dan tindakan bos temanku itu mirip dengan Lighting McQueen, si mobil balap yang menjadi sombong karena merasa diri hebat. Si bos hanya melihat dari sisi materi dalam mensejahterakan karyawannya. Si bos tak peduli dengan aspirasi karyawannya, hanya percaya pada orang-orang yang sayangnya malah memanfaatkan posisinya untuk terus-menerus mancari muka dengan cara menjilat apa yang bisa dijilat (begitu istilah seorang temanku). Seandainya si bos mau belajar untuk “turun” ke bawah dan belajar mendengarkan aspirasi karyawannya, mungkin si bos bisa terbuka hati dan pikirannya. Seperti pencerahan yang diperoleh oleh McQueen di kota Radiator Spring, yaitu dalam hidup banyak hal yang lebih penting daripada trofi (baca: menang), ketenaran (baca: terkenal), dan sponsor (baca: kaya); mungkin si bos bisa menyadari bahwa gaji tinggi bukanlah segalanya yang dicari oleh para karyawannya.

Aku pernah beberapa kali mewawancarai para pelamar kerja di perusahaan tempat aku berkerja. Lewat wawancara itu aku banyak menemui kenyataan bahwa masih cukup banyak orang bekerja untuk hidup, bukan untuk uang. Maksudnya adalah beberapa dari pelamar tersebut mencari pekerjaan yang bisa memberikan kepastian dalam hidupnya, atau lebih tepat disebut mencari status karyawan tetap; mengingat saat ini banyak perusahaan yang memberlakukan sistem kontrak tanpa mau menjadikan mereka karyawan tetap. Mengejutkan memang, tapi itulah kenyataan yang kutemui. Banyak yang bersedia pindah, walaupun pekerjaan yang sekarang mereka geluti sudah memberikan gaji yang lebih tinggi daripada yang bisa kutawarkan.

Kisah hidup Lighting McQueen, yang walaupun hanya berupa kartun khayal, ada baiknya untuk kita ambil hikmahnya. Hidup adalah sebuah perjalanan, bukan akhir. Banyak hal yang harus kita perjuangkan dalam hidup, namun banyak hal yang harus kita nikmati pula dalam hidup ini. Jadi jika ada yang bilang gaji tinggi bukanlah segalanya, well… aku pun mengamininya.

Kachoo!!!

JN. Rony
20060808
“That there’s some good in this world, and it’s worth fighting for.” — Samwise Gamgee

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Renungan
 12 Jun 2006 @ 3:39 PM 

Banyak perkara yang tak dapat kumengerti.
Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini.
Satu perkara yang kusimpan di dalam hati.
Tiada sesuatu kan terjadi tanpa Allah peduli
Allah mengerti, Allah peduli.
Segala persoalan yang kita hadapi.
Tak akan pernah dibiarkanNya.
Kubergumul sendiri sebab Allah mengerti.

Lagu itu kembali kudengar saat misa sore di gereja Kuta, diputar saat pemutaran klip dokumentasi kunjungan romo paroki ke Yogyakarta. Pikiranku kembali menerawang ke 2 tahun silam saat aku mendengarnya di awal kehidupanku di tanah dewata ini. Memang, saat ini begitu banyak perkara yang tak kumengerti. Seolah tak ada habisnya, satu per satu masalah menghinggapiku, bagaikan lalat mengerubungi luka yang membusuk di tubuhku. Malam-malam kulalui dengan rasa gundah dan setengah tersiksa oleh keheningan. Entah kenapa, belakangan begitu banyak kekhawatiran dan kekhawatiran yang bertengger dalam benakku.

Sejauh ini aku selalu bisa bertahan, bertahan dengan segala kekuatan yang kumiliki. Semboyan yang selalu kupegang, “apa sich yang tidak bisa kulakukan?” mampu membuatku sedikit bertahan dalam kesesakanku. Aku terus-menerus mencoba untuk bernafas bagaikan ikan yang terlempar keluar dari laut. Menggelepar dan terkapar, tak berdaya dalam kesendirian.

Aku tak tahu kapan aku mencapai batas terendah dalam hidupku. Aku sungguh takut bila saat itu tiba. Godaan demi godaan selalu datang menawarkan jalan keluar yang semu. Sebuah pelariankah? Ataukah sebuah solusi? Aku tak tahu… mata dan hatiku telah sedikit demi sedikit menghitam dan buta. Hanya setitik iman yang terus kucoba pertahankan. Namun, sekali lagi kutak tahu sampai kapan ku mampu bertahan.

Malam ini, di hadapan Yesus yang tergantung di kayu salib… kuakui bahwa aku adalah pendosa dan penuh dengan penyakit dunia. Aku tahu Yesus pasti akan sedih melihatku seperti ini. Dan aku pun tahu bahwa aku sungguh tak layak bahkan untuk mencium kakiNya sekalipun. Ampuni aku Tuhan… layakkanlah aku, agar pantas menerima tubuhMu, sebagai tanda pengampunan atas dosa-dosaku… dan pantas menerima darahMu, sebagai tanda penyucian segala kekotoranku…

Apa yang kualami kini, Mungkin tak dapat aku mengerti.
Satu hal kutanam di hati, Indah semua yang Tuhan bri.
Tuhanku tak akan memberi, Ular beracun pada yang minta roti.
Cobaan yang aku alami, Tak melebihi kekuatanku.
Tangan Tuhan sedang merenda, Suatu karya yang agung mulia.
SaatNya kan tiba nanti, Kulihat pelangi kasihNya.

Dalam kesendirian denganNya,

JN. Rony
20060612

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Renungan

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.