04 Mar 2007 @ 4:12 PM 

Bikin hidup lebih hidup, boleh jadi berawal dari sebuah iklan rokok yang kemudian banyak dipakai dalam omongan sehari-hari, tapi itulah yang sedang kulakukan saat ini. Ada diskusi kecil yang sedang hangat-hangatnya kuperbincangkan dengan seorang teman mayaku, yaitu tentang perilaku yang belakangan berkembang di sebuah milis yang kami ikuti. Sebulan terakhir memang muncul wabah gadget lama tapi baru (di Indonesia) yang dijuluki “Beri Hitam” alias BlackBerry. Saat gadget ini disupport oleh salah satu operator untuk pelanggan personal dan dengan harga yang terjangkau, wabah beri hitam ini layaknya penyakit flu burung yang begitu cepat menulari para gadget-mania untuk segera beralih ke gadget yang kabarnya paling laris di Amerika dan Canada ini. Dalam masa transisi itulah terjadi perubahan pola hidup dan gaya bermilis. Beberapa pengguna beri hitam menjadi lebih cepat merespon email-email di milis dan mau tak mau membuat traffic milis meningkat, padahal sebelumnya saja traffic email sudah lumayan tinggi.

Ada celetukan dari salah seorang pengguna beri hitam bahwa dengan menggunakan beri hitam itu membuat hidup lebih manusiawi. Kok bisa? Karena dengan bantuan perangkat canggih satu ini, mereka bisa meninggalkan kantor namun tetap bekerja tanpa perlu lagi tergantung pada laptop untuk cek email dsb. Well, apakah benar demikian? Aku sendiri berpendapat bahwa wabah beri hitam ini tergolong temporer, mengingat kejenuhan pengguna dengan gadget yang saat ini tersedia di pasaran sehingga masih asyik-asyiknya bermain dengan perangkat dan teknologi yang berbeda sama sekali dengan yang selama ini mereka pakai. Namun pada akhirnya seleksi alam pun akan berjalan dan saat itulah hanya pengguna yang benar-benar butuh beri hitam untuk pekerjaannya-lah yang akan bertahan, sedangkan yang saat ini menggunakannya hanya sebagai kesenangan pada akhirnya akan bosan juga. Dalam perkembangannya, perasaan senang dan bangga menggunakan gadget yang sedang tren saat ini pun mau tak mau membuat perilaku beberapa orang berubah, di antaranya menjadi lebih tergantung pada si beri hitam. Terlihat jelas bahwa hampir setiap saat beberapa orang yang menggunakan beri hitem memantau milis dan membalas setiap email-email yang ada, entah penting atau tidak. Dalam kesempatan bertemu dengan beberapa teman milis yang pengguna beri hitam, aku pun melihat bahwa ketergantungan terhadap perangkat tersebut cukup kuat, bahkan di saat-saat santai pun pandangan mereka tak bisa lepas dari perangkat tersebut.

Sekitar pertengahan tahun lalu, aku sempat melontarkan kalimat ini: “untuk jalan-jalan dan makan-makan, ga perlu milis” berkaitan dengan diusirnya aku dari sebuah milis pelesir hanya karena masalah sepele. Kalimat itu tetap kupegang teguh sampai sekarang, karena toh tanpa milis itu aku tetap bisa jalan-jalan dan makan-makan dengan enak kok, karena intinya ada pada relasi dan keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru. Mengacu pada kasus beri hitam, aku pun berpikir apakah benar pada akhirnya teknologi itu lebih memanusiakan hidup kita? Mungkin… dengan adanya teknologi, aku sendiri cukup banyak terbantu lewat HP, Laptop, PDA, dan lainnya. Namun, dengan pengalamanku melihat perubahan pada beberapa orang yang dulu kukenal baik menjadi berubah akibat teknologi, tentunya aku jadi berpikir apakah ini yang dinamakan dengan manusia yang diperbudak oleh teknologi? Aku jadi teringat pada beberapa film kuno sci-fi yang menceritakan manusia yang dijajah oleh mesin/robot.

Kembali ke laptop, begitu kata Tukul… pada akhirnya istilah membuat hidup lebih hidup tentu perlu dikaji ulang. Bagiku, untuk membuat hidup lebih hidup itu bisa diperoleh jika kita sendiri bisa hidup tanpa sebuah ketergantungan pada hal duniawi. Aku ingat betapa dulu aku tergantung pada benda yang namanya HP. Setiap saat HP harus selalu berada di dekatku dan harus selalu menyala, walaupun kenyataannya tidak ada yang menelepon aku. Pengalaman HP rusak dan tidak punya uang yang cukup untuk beli HP baru memberiku pelajaran berharga tentang bagaimana mengatur hidup dan tidak tergantung pada benda mati. Berinteraksi dengan orang lain pun memberiku pelajaran untuk menjadi lebih hidup, dibandingkan terus menerus melihat layar PDA Phone-ku di saat berkumpul bersama teman dan membuatku seperti orang autis yang memiliki dunia tersendiri. Well… seharusnya teknologi dibuat untuk makin mempermudah manusia, bukan untuk mempersulit atau memperbudak. Pilihannya tinggal pada kita selaku pengguna.

Untuk hidup lebih manusiawi hanya perlu hidup sebagai manusia!

JN. Rony
20070304

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo
 28 Oct 2006 @ 3:56 PM 

Wow! Great! Itulah ungkapan yang keluar dari hatiku melihat dan merasakan kondisi Bali di tengah liburan Lebaran tahun 2006 ini. Sangat-sangat hebat sekali, mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk Bali. Ramai, sesak, macet, dan segala jenis ke-krodit-an akibat penuhnya turis domestik yang berlibur ke Bali. Libur 10 hari tahun ini benar-benar dimanfaatkan oleh orang-orang untuk berlibur ke Bali, baik menggunakan pesawat, bus, travel, kereta, sampai menyetir mobil sendiri. Akibatnya, jalanan Denpasar, Kuta, dan sekitarnya mulai penuh sesak dijejali oleh mobil-mobil dan bus-bus berplat non-DK (luar Bali).

Liburan kali ini aku memutuskan untuk tidak mudik ke kampung. Selain dengan alasan pengiritan (sebab tiap kali mudik selalu boros di mall dan makan), kebetulan ada teman yang memberikan tamu untuk diantar. Lumayanlah, selain dapat tambahan income selama liburan dari nge-guide dan nyupir, aku berharap bisa keluar dari kebosanan yang sudah kurasakan dari rutinitasku; setidaknya dengan bertemu orang baru bisa lebih mengisi liburanku dengan hal yang berguna πŸ™‚

Hari Sabtu, hari pertama liburan dimulai, suasana Bali masih cukup lengang. Lalu lintas di Denpasar mulai lengang karena banyak penghuni kota ini yang pulang kampung atau berlibur ke luar Bali. Sebagai gantinya, mobil-mobil berplat non-DK mulai terlihat, mayoritas didominasi oleh plat L, N, W, B, dan P. Suasana macet mulai terasa pada hari Minggu, dimana jalanan di area Kuta sudah mulai agak macet. Kudengar beberapa airlines mengadakan extra-flight untuk tujuan ke Denpasar dari Surabaya dan Jakarta. Dan yang pasti, harga semua jenis tiket melambung, termasuk tiket mobil travel. Hari-hari itulah semua pelancong mulai masuk ke Bali dan seperti biasanya turis domestik selalu memilih Kuta sebagai tempat menginap. Praktis hotel-hotel di area Kuta laris manis dan harga kamar pun naik.

Hampir 3 tahun aku hidup di pulau Dewata ini, belum pernah kurasakan Bali semacet ini. Sudah 3 kali libur Lebaran kulalui, namun tahun inilah yang terparah, menurutku. Kuingat akhir tahun lalu, Bali kembali dibayangi ketakutan akibat Bom Bali kedua di Kuta Square. Beberapa temanku pun berlibur ke Bali kali ini, ada yang pakai pesawat, ada yang pakai mobil sendiri, dan ada pula yang pakai mobil travel. Dari perbandingan pengalaman selama mereka jalan-jalan dengan rute yang kulewati di waktu yang berbeda, memang menunjukkan bahwa hampir semua objek wisata di Bali penuh sesak oleh pengunjung. Area Kuta adalah daerah yang kuhindari, untungnya tamuku tidak menginap di area Kuta. Kaki bisa penat kena macet yang panjangnya sampai 3-4 km menuju Kuta Square. Jadi tak terlintas olehku untuk membawa mobil menuju ke pantai Kuta. Daerah yang bertetanggaan dengan Kuta saja hampir penuh sesak pula, seperti Padma dan Double Six, mobil-mobil yang parkir di hotel di sana sampai meluber ke jalan.

Beberapa objek wisata yang lazim dikunjungi, seperti Bedugul, Tanah Lot, Kebun Raya Bedugul, Pura Uluwatu, GWK (Garuda Wisnu Kencana), Sanur, Ubud, Pasar Sukawati, Nusa Dua, Jimbaran, dan masih banyak lagi, semuanya macet total. Ditambah lagi, hampir semua tempat makan yang sudah terkenal pun antri panjang. Bahkan beberapa tempat yang sebelumnya tidak terlalu ramai karena tidak banyak yang tahu, ternyata sekarang pun sudah penuh sesak πŸ™‚ Dengan kerjaan yang sedang kujalani saat liburan sebagai supir, benar-benar membuat kakiku capek, maklum, perjalanan antar lokasi bertambah lama karena macet. Lalu saat mau makan siang or malam, harus benar-benar bersabar ngantri. Pokoknya buat yang lagi berlibur, benar-benar perjuangan untuk liburan deh πŸ™‚

Sale! Sale! dan Sale! Inilah yang cukup kusuka, karena bisa beli merk-merk terkenal seperti Billabong, QuickSilver, Volcom, Oakley, Roxy, Mooks, Rip Curl, dan masih banyak lagi dengan harga murah πŸ™‚ dan memang selagi musim liburan ini beberapa produsen/toko menggelar sale πŸ™‚ Memang sich, tidak selalu dapat ukuran dan model yang cocok dan kadang harga sale pun masih “arogan” πŸ™‚ tapi kali ini akhirnya aku bisa dapat beberapa item yang dari dulu kuincar πŸ™‚ Yeah!

Kini sudah masuk hari Sabtu, liburan hampir selesai. Sejak kemarin, sudah terjadi arus balik kembali ke kota masing-masing. Diperkirakan hari ini adalah puncak arus balik dengan kendaraan darat dan besok arus balik dengan pesawat. Usai sudah keceriaan, kemacetan, dan segala hingar-bingar suasana liburan di Bali. Buatku, Senin esok sudah harus kembali ke rutinitas kantoran. Namun, dengan segala pengalaman yang kuperoleh kemarin aku berharap bisa sedikit disegarkan dan mendapat semangat baru dalam beraktivitas nantinya. Aku yakin, hal yang sama akan terjadi pula pada semua yang berlibur ke Bali. Bagi Bali sendiri, setidaknya ledakan turis kali ini bisa memacu kembali semangat untuk bangkit setelah beberapa kali dihantam oleh ledakan bom. Semoga bisa tercapai… and once again… Bali HEBAT! πŸ™‚

From Bali with Love, Peace, and Wave…

JN. Rony
20061028

-oakleykers-

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo
 11 Jul 2006 @ 3:43 PM 

Aku masih tak percaya akan konfirmasi berita yang baru kuterima. Siang tadi aku mengkonfirmasikan kabar burung tentang seorang romo yang kukenal dekat. Ya, kasus klasik terulang… si romo sudah menikah dan melepaskan jubah pastornya. Sedih, tak ada ungkapan yang bisa mengungkapkannya. Berulang-ulang aku mengkonfirmasikan pada orang-orang yang aku tahu kenal dekat pula dengan romo tersebut dan semuanya membenarkan. Bahkan sampai aku bertanya pada pimpinan kongregasinya pun jawaban yang kuterima masih sama. Namun, aku masih tak percaya!

Aku mengenal sosok gembala yang satu ini sejak tahun 2000. Masa itu adalah masa-masa dimana aku mengalami perang batin dan harus hidup sendiri di luar lingkungan rumah. Romo ini bisa dibilang sangat-sangat banyak membantu aku saat itu. Mulai dari mendamaikan aku dengan diriku sendiri, hingga aku bisa bekerja sendiri. Cukup sering aku dilibatkan dalam kesehariannya di dalam pastoran, hingga saat dia dipindah pun aku turut diboyong ke tempat tugas yang baru. Sampai saat aku harus pindah ke Bali pun, dalam suatu waktu aku masih menyempatkan diri untuk pulang bila dia membutuhkan bantuan pada komputernya. Hingga tak lama kemudian, tahun lalu dia diberangkatkan ke luar negeri untuk studi.

Bulan lalu, aku mendapat kabar burung tentang romo ini; namun saat itu aku menolak dengan tegas berita tersebut. Aku yakin bahwa romoku bukanlah manusia yang selemah itu dalam menghadapi cobaan. Apalagi baru beberapa minggu sebelumnya aku masih berbicara di telepon tentang kepulangannya ke Indonesia dan ingin singgah di Bali. Barulah tadi entah ada firasat apa aku mencari tahu lebih dalam tentangnya pada sesama romo kongregasinya. Hmmm… sampai detik ini aku masih tidak percaya…

Yeah… romo memang juga manusia. Seorang romo memang bukan Tuhan. Namun, bagiku seorang romo adalah utusan Tuhan, wakil Tuhan di dunia ini. Seorang romo bisa menjadi panutan seorang anak yang mendambakan dirinya bisa jadi seorang romo kelak. Seorang romo bisa pula menjadi tumpuan mengaduh seseorang apabila dirundung masalah. Namun, seorang romo bisa pula terlena akan sosok yang kerap mencurahkan hatinya. Memang, begitu banyak godaan di sekitar seorang romo. Ibarat benih yang ditebar begitu banyak, namun hanya sedikit yang bisa bertumbuh dan dipilih.

Tak terasa 6 tahun sudah aku mengenal sosok romo yang funky ini. Sosoknya yang ceplas-ceplos membuatku merasa akrab dan nyaman saat bertukar pikiran dengannya. Namun, sekarang semua itu tinggal menjadi kenangan. Entah sekarang dia dimana, tak ada yang tahu. Entah kapan bisa bertemu dengannya lagi, aku pun tak tahu. Reaksi apa kalau nanti bertemu, aku juga tak tahu… Semua itu masih jadi teka-teki di antara aku dan beberapa teman semasa PD dulu. Dan bagi kami, kasus si romo juga masihlah misteri yang belum bisa kami percayai. Namun, apapun faktanya nanti, bagiku dia tetaplah romo bagiku…

Untuk itulah aku berdoa bagi semua selibater… agar mereka mampu bertahan dalam cobaan panggilan hidup mereka… Amin.

JN. Rony
20060711

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Intermezo

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.