20 Jul 2001 @ 4:30 PM 

Berdoa kepada orang kudus, buat apa? Sering pertanyaan itu terlontar dan kadang diselingi komentar, kenapa tidak langsung doa pada Tuhan saja? atau apa itu tidak menyembah berhala (orang)? dan sebagainya… Memang, kadang sulit diterima dengan akal sehat, bagaimana bisa orang kudus yang notabene sudah meninggal dapat mengabulkan doa-doa kita, atau mendoakan kita… padahal kita tahu bahwa yang patut disembah hanyalah Allah saja. Dulu, mungkin saya termasuk orang yang juga sulit menerima paham tersebut. Bagi saya waktu itu, berdoa kepada Tuhan langsung sudahlah cukup. Sampai beberapa peristiwa yang semakin menguatkan saya bahwa dalam berdoa kepada orang kudus, mampu membawa doa-doa saya secara khusus ke hadapan Allah.

Sejenak kita lihat para Kudus semasa hidupnya (saya kutip sebagian dari buku Mempertanggungjawabkan Iman Katolik buku Kesatu bab 5 karangan Dr. H. Pidyarto, O.Carm). Dalam Perjanjian Lama, Abraham pernah berdoa untuk kota Sodom dan Gomora (Kej 18:16-33); Musa pernah berdoa agar bangsa Israel tidak dimusnahkan (Kel 32:11-14); dan masih banyak lagi. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, kita lihat bahwa Yesus berdoa untuk para murid-Nya dan dunia (Yoh 17); kita bisa lihat juga bahwa Paulus sering sekali mendoakan umatnya (Rm 1:10; Ef 1:16; dsb.) dan Paulus juga minta didoakan oleh umatnya (Fil 1:19; 1Tes 5:25; 2Tes 3:1; dsb.) dan masih banyak lagi. Dari beberapa contoh, bisa kita lihat bahwa doa kita kadang berguna untuk orang lain (sering kali kita mendengar doa syafaat bukan? doa yang dinaikkan bersama-sama untuk sebuah kepentingan), juga kita bisa minta orang lain untuk mendoakan kita, serta doa orang benar sangatlah besar kuasanya (Yak 5:16).

Nah, namanya juga orang kudus, tentunya semasa hidupnya mereka hidup kudus bukan? Tentunya setelah mereka meninggal, mereka akan tinggal bersama dengan Allah di Surga bukan? Lalu, kita tentu menyadari pula bahwa mereka (para kudus) pastilah anggota Gereja juga yang dengan kata lain bisa diartikan saudara kita juga. Jadi, kenapa kita tidak minta didoakan oleh mereka? Bukan sebuah hal yang aneh bukan? Dalam sebuah keluarga, tak jarang seorang adik minta tolong pada kakaknya untuk merayu ayah-ibunya untuk membelikan sesuatu. Jadi, kenapa kita tidak minta bantuan pula pada para kudus yang notabene kehidupan doanya lebih baik daripada kita? Hal ini tidak berarti kita meng-allah-kan mereka, namun kita mohon pada mereka agar menjadi pengantara bagi kita dengan Kristus (atau Allah Bapa). Bukankah mereka punya kuasa lebih besar dari kita karena mereka sangat dekat dengan Allah?

Saya pribadi sejak dibaptis dan menerima krisma, saya mencoba untuk menyerahkan hidup saya di bawah bimbingan Santo Nicholas dan Yohanes Rasul. Sedikit demi sedikit, saya mencoba meneladan mereka dalam kehidupan keseharian saya. Hasilnya, walau tidak saya sadari… hari-hari saya selalu bisa saya lewati dengan rahmat Allah, minimal saya masih bisa bernafas sampai sekarang. Hal ini saya yakini sebagai penjagaan dari para santo pelindung saya. Pernah seorang teman kehilangan dompet saat makan malam di sebuah warung dan baru disadari keesokan harinya. Saat itu saya langsung berdoa pada Santo Antonius dari Padua (yang dikenal sebagai santo pencari barang-barang yang hilang) dan tak lama kemudian, teman saya menerima telepon dari ibu penjual warung tersebut yang memberitahu perihal dompetnya yang ketinggalan dan dompet itu kembali tanpa ada 1 pun barang yang hilang. Pertolongan dari Santo Antonius Padua ini juga saya alami beberap waktu lalu, ketika saya sedang menjadi panitia di Camping Rohani. Waktu itu kami kehilangan sebuah barang milik peserta yang ditaruh di posko dan saat barang itu hilang keadaan posko memang sedang semrawut dan yang jaga rekan saya seorang diri. Setelah diskusi dengan suster, akhirnya kami putuskan untuk pasrah saja dan minta bantuan pada Santo Antonius dari Padua. Saat itu saya tidak berdoa, namun hanya menyerukan dalam hati agar Santo Antonius mau membantu masalah kami ini. Sore harinya, rekan saya melihat barang itu sedang dibawa oleh seorang peserta dan kemudian bilang pada saya, setelah diperiksa… memang barang itu diambil oleh seorang peserta saat posko sedang ramai-ramainya. Sebagai orang yang sering bepergian, saya sering menyetir mobil atau motor keluar kota, baik sendirian atau bersama teman. Nah, dalam kondisi tertentu… saya sering merasa ngantuk saat nyetir. Namun saya senantiasa menyerahkan perjalanan saya pada bimbingan Santo Kristoforus (Santo pelindung para pengendara) dan hasilnya bisa terlihat… saat saya ngantuk, selalu saja ada kejadian yang membangunkan saya, entah itu telepon dari teman, peristiwa di pinggir jalan yang menarik perhatian, sampai seperti ada yang membangunkan saya. Begitu pula dalam pelayanan, saya sering meminta kekuatan dari Santo Petrus, Paulus dan Ignatius dari Loyola, yang senantiasa membimbing saya dalam bertindak.

Masih banyak para kudus yang dapat kita mintai pertolongan dalam keadaan apapun. Mereka bisa diyakini mampu membawa doa-doa permohonan kita secara khusus pada Allah. Begitu pula dengan Maria, tentulah dia sangat mampu membawa doa kita secara pribadi pada putranya, Yesus. Jadi, bukanlah hal yang tabu untuk berdoa pada para kudus di Surga. Bila kita bersedia minta didoakan oleh sesama manusia (entah itu gembala, teman, saudara, atau siapa saja), kenapa kita tidak mau mempercayakan permasalahan kita pada para kudus yang jelas-jelas posisinya lebih dekat dengan Allah? Bukankah mereka juga saudara kita dalam Kristus? Marilah kita mulai mencoba ber-devosi pada para kudus!

JN. Rony
20010720

yang merasa selalu dilindungi para kudus

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:15 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Personal
 17 Jul 2001 @ 4:24 PM 

Kuasa Doa, kalimat ini sering sekali kudengar. Dalam Injil pun dikatakan, “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). Begitu hebatnya-kah Kuasa Doa??? Ingin sekali kupercaya itu… namun entah kenapa iman dikalahkan oleh daging, itulah yang sering kurasakan. Sebagai seorang aktivis organisasi Katolik, kehidupan doaku bisa dibilang biasa-biasa saja. Malahan boleh dikatakan paling parah di antara rekan-rekan satu timku. Hal ini tentunya sangat mempengaruhi pemahamanku tentang Kuasa Doa. Antara percaya dan tidak, aku berusaha untuk tetap mengimaninya, bahwa Kuasa Doa memang se-dahsyat yang dibicarakan orang.

2 bulan terakhir, aku menghadapi beberapa persoalan yang cukup berat. Di samping pekerjaan, ada jadwal pelayanan yang harus kujalani secara simultan. Entah kenapa, aku berpasrah diri… mungkin beberapa waktu lalu aku sudah terlalu capek memikirkan jadwalku yang tidak karuan ditambah stress karena kantong dompet kering terus. Yang kulakukan hanyalah berdoa dan mempersembahkannya dalam misa harianku. Acara Pertemuan Nasional (Pernas) Liturgi yang harus kuikuti seakan membayangiku, sebab sampai 2 minggu menjelang hari-H, aku masih belum menemukan teman yang mau membantuku selama di Prigen. Sungguh di luar dugaan, tiba-tiba aku memaksakan diri untuk menelepon seorang teman, walau sebelumnya aku tidak terlalu berharap dia ikut. Ternyata dia bersedia ikut, walaupun saat itu dia mau maju sidang TA. Seminggu menjelang keberangkatan kami ke Prigen untuk mengikuti Pernas, tiba-tiba temanku ini menelepon di saat aku sedang sibuk-sibuknya mengejar deadline pekerjaanku dan memberi tahu kalau sidang TA-nya dimajukan dan harinya adalah pas Pernas berlangsung! Sungguh aku menjadi down saat itu, pikiranku kacau… aku benar-benar menyerah saat itu dan hanya bisa berdoa. 2 hari kemudian, aku bertemu seorang teman lektor yang kebetulan adalah redaksi dari mejalah paroki dan aku utarakan niatku mengajak dia. Sungguh di luar dugaan, dia begitu bersemangat sekali… saat itu aku mulai merasakan bahwa doa-doaku mulai dijawab satu per satu… Kami akhirnya berangkat ke Prigen untuk mengikuti Pernas. Begitu banyak kejadian selama kami pergi ke Prigen yang tak dapat disebutkan satu per satu… semua yang menurutku tidak masuk akal dan hal-hal yang telah membuatku frustasi sebelumnya, mulai terjadi satu per satu. Aku menyadari hal-hal tersebut sebagai bagian dari doa-doaku yang dijawab secara khusus.

Sepulang dari Pernas, aku masih harus melanjutkan perjalanan ke Tumpang untuk mengikuti Camping Rohani Siswa. Berhubung Camping Siswa dimulai pada hari Sabtu, sedangkan Pernas baru selesai pada hari Minggu… maka aku memutuskan berangkat ke Tumpang pada hari Senin, sebab aku tiba ke rumah hari Minggu malam. Persoalan timbul karena aku bingung harus ke Tumpang dengan kendaraan apa, sebab tidak ada panitia lain yang kudengar akan naik pada hari Senin. Lewat doa jugalah aku mendapat tumpangan dari Malang menuju ke Tumpang. Sungguh luar biasa! Selama di Tumpang, kami kerepotan menghadapi para peserta yang nakalnya minta ampun. Untuk menghadapi mereka dengan lembut sudah dicoba berkali-kali dan tidak mempan, sehingga kami harus lebih tegas dalam bersikap. Nah, biasanya dalam situasi seperti itulah emosi setiap orang bisa terpancing. Pada dasarnya, aku ini adalah seorang pemarah. Pada kebanyakan kasus, emosiku mudah sekali terpancing oleh situasi yang “panas”. Anehnya, selama di Camping Siswa… perilaku paling parah yang dilakukan oleh para peserta tidak membuatku marah sama sekali. Entah kenapa aku bisa menghadapi semua situasi dengan tenang walaupun aku merasa emosiku mulai terpancing. Aku menyadari bahwa hal tersebut juga bagian dari Kuasa Doa yang melingkupi aku. Maka tidak ada kata-kata lain yang bisa kukeluarkan kecuali mengembalikan semuanya pada Tuhan.

Lewat perjalanan 2 mingguku aku disadarkan bahwa Kuasa Doa memang ada. Lewat pengalaman 2 mingguku aku dikuatkan dalam mengimani Kuasa Doa. Sungguh, sepintas memang doa seperti untaian kata-kata kosong yang penuh dengan rintihan harapan, namun di dalam doa terkandung kekuatan tersembunyi yang begitu hebat. Kekuatan itulah yang akan keluar apabila kita mau mengimani dan percaya bahwa doa-doa kita tidaklah pernah sia-sia. Amin.

JN. Rony
20010717

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Personal
 20 Jun 2001 @ 4:18 PM 

Pembalasan lebih kejam!
Kalimat ini sering kudengar dan kuucapkan,
entah dalam guyon ataupun marah…
seakan telah menjadi bagian dari diriku.

Seperti ada pepatah,
hutang uang dibayar uang, hutang nyawa dibayar nyawa.
Seperti hukum rimba,
yang kuat menang, yang lemah kalah
Kulihat diriku di masa lalu dan kini,
masih banyak mata ganti mata dan gigi ganti gigi,
bahkan lebih kejam lagi.
Terlalu sering kulakukan saat aku marah.

Hari ini Yesus berkata padaku,
Siapa menampar pipi kananmu, beri pipi kirimu!
Kasihilah musuhmu dan berdoalah baginya!
Kata-kata yang sungguh menyentakkanku.

Apalah hakku untuk membenci orang lain?
Apalah hakku untuk mengasihi orang yang kusukai saja?
Kata Yesus, Bapa saja tidak membedakan orang baik dan orang jahat…
semua Dia beri matahari dan hujan!
Lalu apalah hakku untuk membeda-bedakan?
Apa bedanya diriku dengan orang yang tidak mengenal Allah?
Aku pengikut Kristus! Aku harus beda!

Sanggupkah aku? Harus sanggup dong!
Bukankah aku telah beroleh kasih karunia yang berlimpah?
Bukankah aku telah menerima berkat penebusan yang menyelamatkan?
Lalu kenapa aku menyia-nyiakan semua itu?

Bila aku mau mengampuni orang lain…
Bila aku mau mengasihi orang lain…
Bila aku mau mengerti orang lain…
Bila aku mau memahami orang lain…
Tentunya aku pun bisa berkata,
dalam segala hal, aku bisa menunjukkan bahwa aku ini anak Allah!
Maukah aku?

Reflection from Matthew 5:38-42

JN. Rony
20010620

Posted By: Mamoru
Last Edit: 19 Jun 2011 @ 03:16 PM

EmailPermalinkComments (0)
Tags
Categories: Personal

 Last 50 Posts
 Back
Change Theme...
  • Users » 2
  • Posts/Pages » 139
  • Comments » 0
Change Theme...
  • VoidVoid « Default
  • LifeLife
  • EarthEarth
  • WindWind
  • WaterWater
  • FireFire
  • LightLight

About



    No Child Pages.