Natal 2000…
Sejak awalnya aku sudah merasakan betapa bosannya Natal tahun ini, entah kenapa…
Mungkin karena banyak teman-teman yang “menghilang”, sedangkan aku mau tak mau harus tetap berada di kota kelahiranku ini…
Bila dulu, Natal senantiasa kutunggu dengan perasaan harap, kali ini harus kuakui dengan jujur bahwa aku kurang mengharapkan Natal…
Antara jujur dan tidak, aku merasa kurang layak menghadapi moment indah itu atau aku hanya menginginkan “semarak”nya saja…
Aku tak tahu…
24 Desember, saat-saat yang paling dinantikan oleh segenap umat kristiani…
Aku hanya bisa melangkahkan kakiku yang terasa amat berat…
Aku memaksakan diriku untuk menjadi seorang “penonton” yang manis di gereja…
Aku mencoba, walau itu berat…
Aku pun tak ingin Tuhanku kecewa padaku…
Karena aku tak menghadiri perayaan ulang tahun-Nya…
Entah kenapa malam itu menjadi begitu kelabu…
Baru saja aku dan teman-teman mendekati kompleks gereja, kami mendengar berita yang menyakitkan…
Banyak gereja menjadi sasaran bom waktu…
Saat itu juga, aku hanya bisa mengelus dada…
Apa yang telah terjadi, hingga dunia sudah berubah semakin kacau ?
Aku menangkap banyak sekali reaksi…
Antara yang kaget maupun tidak…
Semuanya tak percaya dengan peristiwa kelabu ini…
Bahkan kami pun melewati Misa Natal dengan banyak kekhawatiran dalam hati…
Kami tahu kami MASIH BELUM ingin mati !
Banyak pihak heran…
Mengapa dalam suasana damai masih saja ada angin permusuhan ?
Aku pun jadi heran, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa…
Dalam hatiku serasa ingin berteriak…
Ini saat Natal !!! Saat Tuhanku lahir… mengapa dinodai ???
Ya ! Saat itulah keenggananku akan Natal berbalik menjadi kepedulian…
Mungkin inilah yang menjadi tamparan bagiku…
Aku tahu bahwa Tuhanku saat ini tentu sangat sedih…
Melihat pesta-Nya dirusak dengan cara keji dan biadab…
Seharian aku membaca banyak berita kemarin malam…
Banyak sekali fakta dan tudingan atas Natal kelabu itu…
Aku pun berbalik pada suara sang malaikat…
“Jangan Takut !”
Aku seakan mendapat peneguhan seperti para gembala di padang rumput…
Ya ! Juru Selamatku TETAP lahir…
Walau di tengah dunia yang kacau…
Selamat Ulang Tahun Yesusku !
JN. Rony
20001225
Itulah yang kurenungkan sampai detik ini… telah sejenak kuambil waktu untuk merenungkan segala tingkah polah yang telah kubuat selama hidup ini… mulai dari kecil sampe segede gajah ini…
Jika kuingat-ingat… sewaktu kecil hidupku penuh dengan idealisme hidup… aku ingin jadi pilot, aku ingin jadi tentara, aku ingin jadi orang yang sukses, aku ingin jadi… masih banyak lagi… semuanya terucap dan tertulis olehku dalam setiap kesempatan ditanyai atau diminta mengisi kolom cita-citaku…
Jika kuingat lagi… sewaktu aku beranjak remaja… hidupku masih penuh dengan idealisme, tetapi semakin bingung dalam menentukan arah… aku hanya bisa berucap aku ingin jadi orang yang berguna…
Jika kuteruskan ingatanku… sewaktu aku mengenal Tuhan, seakan-akan impianku, idealismeku, segala cita-citaku dibuyarkan begitu saja ! Sekejab saja aku mulai mengenal penderitaan, pengorbanan, kasih,… dan masih banyak lagi… semua yang pada awalnya tak pernah kumengerti… dan sampai saat ini pun aku masih tak mengerti…
Sekarang aku telah beranjak dewasa… usiaku sudah bukan remaja lagi, semua cita-citaku saat ini telah lenyap… aku tak tahu lagi harus menggapai apa di dunia yang terasa kejam nian ini…
Harapanku hanya satu… bertekun dalam imanku yang kudapat dengan susah payah… dan aku yakin itu adalah sebuah panggilan, bukan hanya permainan…
Sayangnya aku hanyalah seorang bodoh dan tolol… mungkin lebih dungu dari seekor keledai… yang tak pernah mengulangi kesalahan yang sama… aku hanya bisa menjadi seorang pecundang… ingin meneladan para santo pelindung, tapi seringkali lalai dan malas…
Herannya… Tuhan itu begitu sabarnya… menghadapi aku yang bejat ini pun masih dengan penuh belas kasih… sungguh suatu hal yang tak masuk di akal siapa pun…
Dari Yesus aku mengenal untuk berkorban, dari Yesus aku mengenal untuk mengasihi, dari Yesus aku mengenal untuk menderita demi kebenaran… dan satu yang pasti, dari Yesus aku mengenal untuk siap mati!
Bila kulihat, hidup itu memang enak… tapi sayang penuh dengan permainan… sehingga untuk mendapatkan enak harus mengorbankan yang lain… lalu apa gunanya hidup?
Tapi Sang Guru telah mengajarkan agar hidup dipergunakan untuk melayani sesama, agar hidup dipakai sebagai tabungan di saat mati…
Ya! Mati adalah sebuah kiamat bagi sebagian orang… tapi mati bisa jadi bukan berarti mati, tapi sebuah awal kebangkitan baru…
Suatu hidup baru yang penuh dengan sukacita surgawi…
Itulah yang saat ini ingin kucapai! Ya! Aku ingin mati!
Masalahnya sekarang, sudah siapkah aku untuk mati???
JN. Rony
20001207
Terkadang kita berpikir bahwa Tuhan melupakan kita dan aku yakin itu banyak terlintas di pikiran kita yang sedang frustasi. Demikian halnya aku waktu itu, saat menghadapi evaluasi yang amat menentukan terus tidaknya saya di kuliah. Di kampusku ada semacam “penyaringan”, diantaranya adalah evaluasi 2 tahun pertama. Syarat untuk lolos adalah nilai IPK minimal 2 dan harus lulus mata kuliah Fisika I dan Matematika I. Aku sendiri masuk kuliah dengan jurusan yang boleh dibilang “nyeleneh”, yaitu masuk ke fakultas teknik, padahal aku berasal dari jurusan sosial (A3) semasa SMA. Akibatnya syarat untuk lolos ini benar-benar membuat aku sempat frustasi pada akhirnya.
Berhubung sejak SMA kelas 2, aku nggak pernah nyicipi “kenikmatan” pelajaran Fisika, maka otomatis sejak aku kuliah, aku nggak ngerti sama sekali mata kuliah ini, yang aku senangi hanya praktikumnya saja, tapi aku juga benci dengan laporannya… Maka semester demi semester pun berlalu, dan hasil yang aku peroleh untuk Fisika dan Matematika selalu E ! Aku jadi frustasi dan nggak tahu lagi apa yang harus kulakukan, sebab jika tidak lolos, maka itu artinya aku bakalan kena Drop Out (DO) dari kuliahku. Teman-teman seperjuanganku pun satu per satu tumbang, karena memang sama-sama berlatar belakang ilmu sosial. Bila mau jujur, memang aku sendiri tergolong malas dan ditunjang dengan ketidakadaan minat di bidang ilmu Fisika serta Matematika yang njlimet itu, maka otomatis aku pun gagal terus.
Akhirnya, tibalah pada saat-saat yang menentukan, yaitu semester 4 atau semester terakhir sebelum terkena evaluasi untuk bisa lolos atau tidak. Memasuki semester ini, aku sudah sedikit frustasi dan pesimis, karena banyak teman-temanku yang pindah ke jurusan/fakultas lain ataupun berhenti kuliah, belum lagi “tekanan” dari dosen waliku yang bilang bahwa lebih baik aku pindah universitas/fakultas saja. Tetapi aku punya satu pegangan yang membuat aku tetap bertahan, yaitu semangat untuk membuktikan bahwa aku bisa lolos evaluasi ini. Dengan berbekal tekat itu dan ditambah dengan permohonan melalui doa setiap kali aku menerima ekaristi, maupun setiap kesempatan berdoa, aku mencoba untuk yang terakhir kalinya. Targetku hanya satu, yaitu lulus secukupnya saja, cukup nilai D yang aku minta pada Tuhan, tidak kurang, tidak lebih.
Pada semester 4 inilah, banyak sekali godaan yang datang padaku, seperti ajakan dari teman-teman untuk “cuti” karena merasa nggak mampu, juga rasa malas yang mulai menghinggapi aku lagi. Apalagi saat itu aku sudah tidak mempunyai teman seangkatan di kelas, karena aku ikut kelas jurusan lain dan mayoritas angkatan di bawahku. Mau tak mau, aku pun menjadi penggemar tempat duduk VIP alias depan sendiri. Lalu, aku pun mulai berpasrah pada Tuhan, entah lulus atau tidak, aku percaya bahwa Tuhan bakal memberikan yang terbaik. Pada saat ujian tengah semester, aku pun berusaha mengerjakan dengan sebaik mungkin dan sebisaku. Hanya saja aku belum yakin apakah hasilnya bagus atau tidak. Sampai menjelang ujian akhir semester, nilai-nilaiku belum keluar sama sekali. Inilah yang membuat aku semakin takut. Ajakan dari teman untuk “mundur” kuliah semakin besar dan banyak, tetapi aku nekat untuk bertahan. Akhirnya ujian akhir pun aku hadapi dan ternyata soal-soalnya sulit sekali, sampai-sampai aku bisa memastikan bahwa nilaiku pasti jelek. Aku jadi frustasi dan aku hanya bisa berdoa pada Tuhan.
Sambil menunggu pembagian kartu studi, aku terus-menerus mencari dosenku, karena semua nilai-nilaiku belum keluar sama sekali. Ternyata belum semua ujian itu diperiksa. Entah kenapa, tapi aku merasa bahwa saat itu merupakan ujian buatku dari Tuhan. Aku tidak tahu harus berbuat apalagi. Aku hanya bisa tetap mempersembahkannya dalam setiap ekaristi yang aku terima tiap minggunya. Saat pembagian kartu studi tinggal beberapa hari, aku pun mendapat kabar bahwa aku pasti lulus, tapi nilainya masih belum tahu. Aku begitu gembira dan bersyukur pada Tuhan, karena bisa lulus dan aku tidak perduli berapa pun nilainya. Aku saat itu menebak bakalan mendapat nilai D, seperti yang kudambakan selama ini. Saat kartu studiku dibagikan, alangkah terkejutnya aku. Tuhan memang begitu baiknya, Dia tidak memberikan nilai D padaku, melainkan C untuk Matematika I dan AB untuk Fisika I ! Bayangkan, seorang lulusan ilmu sosial mendapat AB untuk Fisika ! Suatu kejutan di jurusanku… karena memang kejadian ini boleh dibilang langkah.
Aku jadi tersadar bahwa memang Tuhan selalu memberikan yang terbaik buat kita. Ada satu ayat yang menjadi peganganku selama aku frustasi, yaitu “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Markus 11:24). Saat itu, aku berusaha untuk percaya, walaupun masih diselingi dengan perasaan ragu-ragu. Kenyataannya memang terbukti, bahwa Tuhan bukan saja mengabulkan doa kita, melainkan juga memberikan sesuatu yang tidak kita duga, sesuatu yang lebih indah daripada yang kita minta. Hanya saja semuanya itu memerlukan kesetiaan kita.
Thank’s my Lord !
17 Februari 2000
Diceritakan oleh 6954044